[Tips] Kebunku Sekolahku

[Tips] Kebunku Sekolahku

SEBUAH AKHIR UNTUK BAB YANG BARU

Bulan Juni 2019 adalah bulan terakhir aku bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta. Gaji terakhir yang kudapat kupergunakan untuk mengikuti PDC (Permaculture Design Course), yaitu kursus tentang bagaimana melakukan kegiatan bertani yang selaras dengan alam dan berkelanjutan. Aku belajar permaculture di Omah Lor Jogjakarta bersama Daniel Deighton dari Elemental Permaculture Australia. Setelah aku belajar permaculture, aku memutuskan untuk tidak lagi bekerja secara formal, tapi fokus belajar lebih dalam tentang apa itu pertanian yang sesungguhnya.

Kemudian di kebun Kail aku belajar selama sekitar 4 bulan, antara lain tentang cara mengolah tanah, menyemai benih, dan membaca pola alam (matahari, angin, dan curah hujan). Setelah itu aku pergi ke Omah Lor lagi untuk belajar kembali mendalami pertanian. Di sana aku belajar bagaimana mengolah kotoran manusia menjadi kompos, beternak ayam kampung dan kalkun, membuat pupuk cair, mengolah sampah dapur menjadi kompos, membuat pestisida nabati, membenahi berbagai macam jenis tanah, mengasuh 4 ekor anjing dan 4 ekor kucing, dan yang paling aku sukai adalah membuat minuman fermentasi.

Lalu di Bumilangit aku berkesempatan untuk mempelajari bagaimana memahami lanskap dan kontur tanah, menanam kacang tanah, dan membuat roti. Selama aku berada di Jawa Barat dan Jawa Tengah, aku juga menyempatkan diri untuk berkunjung ke komunitas–komunitas kebun dan bertemu dengan para petani untuk belajar hal lain dan bertukar cerita.

Di pertengahan tahun 2020, saat dunia dilanda pandemi, aku memutuskan untuk pulang dan rehat setelah berkeliling Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sekembalinya dari perjalanan tersebut aku memutuskan untuk menggarap lahanku sendiri di pekarangan belakang rumah. Aku mempunyai sebidang tanah berukuran 25 m x 25 m dan itu dijadikan tempat pembuangan dan pembakaran sampah organik dan non organik oleh keluargaku. Membakar sampah menjadi satu-satunya cara di lingkungan sekitar rumahku. Selama di rumah aku belajar mengamati lahan dan perilaku keluargaku yang tidak mengolah sampah dengan bijak. Sampah yang dibakar akan menghasilkan karbon monoksida (CO) yang mencemari udara dan berbahaya bagi pernapasan manusia. Selain itu, sampah yang dibakar juga akan menghasilkan zat-zat kimia berbahaya yang dapat merusak kesuburan tanah, mengganggu resapan air dan sirkulasi udara dalam tanah yang berdampak pada sulitnya makhluk-makhluk dalam tanah memperoleh makanan. Sampah organik sisa makanan dan sampah dapur jika tidak diolah dengan benar akan menghasilkan gas metana yang berdampak pada pemanasan global.

img_0005

Dari pemahaman tersebut aku berniat memperbaiki lahan sedikit demi sedikit dengan cara menggarap tanah sebagai kebun pangan. Langkah-langkah dasar untuk memulai adalah sebagai berikut:

Observasi perilaku manusia

Di rumah orang – orang suka membuang sampah sembarangan dan membakarnya. Maka dari itu aku menyediakan tempat kompos untuk membuang sampah organik agar terurai menjadi kompos dan bisa digunakan untuk tanaman. Sedangkan, untuk sampah non organik aku sediakan tempat penyimpanan yang dapat dipilah untuk menjadi pot. Selain keluarga mulai suka menanam juga pelan – pelan belajar memilah sampahnya sendiri.

img_0014

Observasi lingkungan

Ada beberapa pohon buah di sekitar rumahku, itu tidak cukup untuk menghalangi ayam – ayam tetangga yang seringkali mengacak – acak area kebun. Maka aku memasang jaring ayam untuk menghalanginya.

Observasi pola alam

Pada hari-hari pertama menggarap kebun, dari pagi hingga sore aku duduk mengamati sinar matahari dan arah angin. Penting untuk mengetahui di area mana saja sinar matahari jatuh untuk menentukan area membuat bedeng dan tanaman apa yang cocok ditanam di area tersebut. Arah angin juga penting untuk menentukan tinggi rendahnya posisi tanaman. Kendalanya ketika sinar matahari tidak diperhitungkan akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Tanaman yang tidak suka matahari penuh jika terkena sinar matahari penuh akan membuat daunnya mengering kepanasan. Begitu juga sebaliknya, jika tanaman yang suka matahari penuh, tetapi berada di area yang teduh pertumbuhannya akan lambat.

Mengenali jenis tanah

Tanah yang digarap wajib dikenali, apakah dominan tanah liat atau dominan unsur pasirnya, kenali juga pH tanah apakah sesuai dengan tanaman yang akan ditanam, itu menentukan agar kita tidak keliru memperlakukan tanah dan tahu kebutuhan tanah tersebut. Jika salah memperlakukan tanah, tanaman yang ditanam tidak akan tumbuh. Jika pun tumbuh maka tidak maksimal pertumbuhannya, bahkan mudah terserang penyakit.

Sumber air

Mengenali spot dari mana sumber air untuk menyiram dan apakah mampu menjangkau semua area, juga memperhatikan sumber resapan air. Penting memperhatikan sumber air untuk memastikan tanaman mendapatkan asupan air yang cukup. Tanaman yang kekurangan air akan layu dan lama kelamaan akan mati kekeringan. Kemudian, penting juga untuk memperhatikan sumber resapan air, agar air yang telah kita pakai dikembalikan lagi ke asalnya untuk menjaga air tanah agar tetap melimpah.

Pola bedeng

Membuat pola bedeng dapat mengikuti pola dari alam, seperti pola daun, bunga, atau bentuk pohon. Tapi juga harus mempertimbangkan fungsinya dan alam sekitar, apakah sesuai atau tidak. Jangan hanya mengejar keindahan semata, tapi tidak memperhatikan fungsi yang menyebabkan tidak maksimalnya hasil panen.

Ukuran bedeng

Ukuran bedeng harus dipertimbangkan dan disesuaikan dengan : ukuran lahan, jarak antar tanaman, jalan setapak, jalur air, dan material bedeng. Orang-orang yang biasanya baru selesai kursus permaculture banyak yang terburu-buru membuat kebun tanpa mempertimbangkan dan observasi lahan, “pokoknya bikin kebun”. Seringkali mereka menanam tanaman berdekatan tanpa mengenali jarak yang berakibat tanaman tidak tumbuh maksimal karena beradu akar atau berebut makanan. Hal lain seperti membuat bedeng yang penting besar tanpa memperhatikan area sekitar karena bedeng yang dibuat tanpa memperhatikan ukuran seringkali menimbulkan kesulitan ketika menanam atau memanen, tangan tidak dapat menggapai seluruh area bedeng. Memilih material bedeng dengan asal yang penting bagus, ketika memasang material bedeng juga seringkali tidak kokoh, yang jika tersenggol kaki mudah runtuh.

Kami sekeluarga mulai menanam pohon-pohon buah, sayur, bunga, umbi-umbian, dan bumbu-bumbu dapur. Untuk saat ini, di kebun kami ada sekitar 35 jenis tanaman. Perlahan-lahan, serangga-serangga dan binatang-binatang mulai berdatangan membangun ekosistemnya sendiri. Aku biarkan mereka semua saling hidup berdampingan tanpa harus mengusir atau menyemprot obat anti serangga karena setiap makhluk sudah mempunyai tugas dan perannya masing-masing dalam menjaga keseimbangan alam ini.

 

RENCANA DAN KESIMPULAN

img_0009Untuk saat ini memang kebun kami belum dapat memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, namun arahnya sudah mengarah ke sana. Kami juga sudah merasakan hasil panen dari beberapa tanaman yang kami tanam dan rasanya sangat memuaskan. Sebagian panen ada yang dibagikan ke tetangga sekitar dan sebagian dijual seperti buah jambu, jamblang, dan mangga. Ibu dan tetanggaku yang sering datang ke kebun senang dengan adanya kebun ini dan mereka sedang berusaha mengajak Pak Lurah untuk berkunjung ke kebunku, mereka berniat mengajukan kebun ini sebagai percontohan kebun polikultur di desa. Harapanku, kebun ini dapat memberikan banyak manfaat untuk lingkungan sekitar, tidak hanya manusia, tetapi juga binatang dan serangga. Serta bisa menjadi tempat edukasi pertanian yang selaras dengan alam.

Pelajaran yang aku dapat dari mulai membangun kebun hingga saat ini seperti prinsip pertama dalam permaculture, Observe and Interact, observasi dan berinteraksi dengan alam sekitar, sabar, jangan terburu-buru dalam menggarap sesuatu, lihat dan amati. Apa yang kita butuhkan dan apa yang alam butuhkan harus selaras, tidak bertentangan satu dengan yang lain. Lalu prinsip lainnya adalah The Problem is The Solution, tidak ada yang namanya masalah, semua dapat dikerjakan dan diselesaikan, pasti ada progres untuk setiap usaha. Untuk saat ini, aku mulai menggantungkan kebutuhan sayur setiap hari pada kebun, hanya dengan 4 jenis dedaunan yaitu daun singkong, daun ginseng, daun ubi, dan daun kelor. Sayur tersebut aku rotasi setiap hari untuk menu makan dan di situ aku belajar arti contentment. Belajar untuk tidak bosan dan tidak pilah pilih makanan karena hal yang paling penting dari makanan adalah mengetahui bagaimana makanan kita dihasilkan dan dari mana makanan kita berasal.

 

Bayu Agumsah

Bayu Agumsah

Bayu Agumsah lahir di Jakarta. Menempuh kuliah Sistem Informasi di Universitas Gunadarma, pegiat seni teater dan sedang menggeluti bidang Permaculture. Bercita-cita mempunyai kebun pangan dan hutan sebagai pusat pendidikan pertanian yang selaras dengan alam.

Related Posts

[Tips] Melatih Keterampilan Berpikir Sistem Pada Remaja Melalui Permainan

[Tips] Melatih Keterampilan Berpikir Sistem Pada Remaja Melalui Permainan

[Tips] Anak Muda Bicara Pendidikan: Sebuah Awal Persahabatan Antara Aktivis-Aktivis Pendidikan

[Tips] Anak Muda Bicara Pendidikan: Sebuah Awal Persahabatan Antara Aktivis-Aktivis Pendidikan

[Tips] Kondisi-Kondisi yang Memungkinkan Terjadinya Perubahan Transformatif dalam Komunitas

[Tips] Kondisi-Kondisi yang Memungkinkan Terjadinya Perubahan Transformatif dalam Komunitas

[Tips] Jurus Jitu untuk Berubah

[Tips] Jurus Jitu untuk Berubah

No Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

edisi

Terbaru

Rubrik

Recent Comments

STATISTIK

Online User: 0
Today’s Visitors: 23
Total Visitors: 33295

Visitors are unique visitors