![[Jalan-jalan] Kampung Naga](https://proaktif.kail.or.id/wp-content/uploads/2020/12/kampung-naga-yang-dikelilingi-hutan-1984476-800x600.png)
[Jalan-jalan] Kampung Naga
Salah satu identitas manusia adalah berpegang teguh pada nilai yang mereka yakini. Seperti Warga Kampung Naga yang berpegang teguh pada nilai leluhur untuk menjaga alam, maka warga kampung ini tidak pernah kehilangan identitasnya.
Kamis pagi itu cukup cerah, tidak ada tanda akan turun hujan. Saat yang tepat untuk memulai jalan-jalan singkat ke daerah Tasikmalaya. Konon di sana ada sebuah dusun yang masih asri dengan alam yang terjaga. Tempat itu dikenal dengan Kampung Naga.

Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Kampung ini terletak di lembah tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan Garut dan Tasikmalaya. Sepanjang jalan menuju kampung ini, mata akan disuguhi pemandangan alam yang sejuk perpaduan antara alam hijau dan aliran sungai Ciwulan.
Saat sampai di jalan masuk menuju Kampung Naga, pengunjung harus menuruni tangga sebanyak 439 anak tangga. Tangga ini juga merupakan jalan untuk pulang dari kampung Naga. Saat menuruni tangga, beberapa warga sekitar menggunakan tangga ini untuk berolahraga. Tidak lupa saya pun bertegur sapa dengan para warga.

Sesampainya di tangga paling akhir, pengunjung masih harus berjalan menyusuri sawah-sawah penduduk kampung dan melewati dua curug (air terjun) kecil hingga tiba di rumah penduduk pertama. Kebetulan saat sampai sedang musim panen dan para warga sedang bergotong royong menumbuk beras di salah satu saung di tengah kolam. “Mun bade tuang kedah sésah heula”, (Kalau mau makan harus susah dulu (numbuk dulu) kata salah satu warga. Tidak lupa para ikan di kolam juga ikut berkumpul mengitari penduduk yang sedang menumbuk padi.

Hal yang paling diingat Ketika masuk ke Kampung Naga adalah air bersih yang berlimpah. karena kampung ini berada tepat si samping sungai Ci Wulan, suara aliran air sangat dominan, ditambah suara serangga kecil dari hutan di sekitar kampung Naga sangat memanjakan telinga kita.

Terdapat 113 bangunan yang ada di kampung Naga termasuk masjid, bale warga dan lumbung padi. Semua bangunan itu terbuat dari kayu yang beratapkan ijuk dan lantai panggung. Warga di sini masih percaya pada pantangan-pantangan leluhur saat membuat rumah seperti pintu yang menghadap ke utara atau selatan dengan bentuk bangunan yang memanjang ke barat dan timur. Karena pantangan tersebut rumah penduduk tertata rapi jika dilihat dari kejauhan.

Salah satu pantangan yang paling terkenal adalah tentang hutan terlarang. Jadi kampung Naga ini di kelilingi hutan yang tidak boleh dimasuki warga. Ada pamali untuk warga masuk ke hutan. Bahkan Ketika warga membutuhkan kayu, warga lebih memilih untuk membelinya di kampung lain daripada menebang dari hutan terlarang. Berkat pamali ini hutan yang ada disekitar kampung masih asri dan tidak terjamah. Warga juga tidak pernah kekurangan air bersih untuk dialiri ke setiap rumah. Bahkan air wudhu di masjid pun dibuat selalu mengalir tanpa adanya keran penutup. Untuk sampah warga sekitar sudah mulai menggunakan sampah plastik, walau jumlahnya masih sangat sedikit. Sampah-sampah itu disimpan dan dikumpulkan untuk dibakar setiap minggu.

Warga Kampung Naga dan tentu kampung-kampung lain yang masih memegang teguh adat istiadat merupakan teladan dan contoh bagi kiya, bagaimana sebuah komunitas manusia dengan sistem yang baik dapat hidup berdampingan dengan alat sambil tetap menjaga dan merawatnya. Walau beberapa orang merasa sudah mulai ada perubahan pada warga di Kampung Naga. Penduduk sekitar berharap, 10 atau 20 tahun kedepan Kampung Naga masih terjaga keasriannya.
—
(Sumber: refleksi pengalaman penulis)
No Comment