[Jalan-jalan] Sonya’s Garden

Beberapa waktu yang lalu saya mengunjungi sebuah restoran di daerah Afonso, Filipina. Nama restoran tersebut Sonya’s Garden. Saya mengunjungi tempat tersebut atas rekomendasi dari Girlie Sarmiento, seorang pendukung penerapan pertanian organik di Filipina. Dari website restoran tersebut, saya menduga restoran ini mengembangkan bisnis yang mengintegrasikan aspek keberlanjutan alam dan tanggung jawab sosial. Jadi saya ingin tahu bagaimana kedua prinsip tersebut diterapkan di sana. Karena itulah, meskipun harga makanan di restoran ini cukup mahal, juga harga sewa mobil menuju ke sana, saya memutuskan untuk mengambil kesempatan tersebut.
Kesan pertama yang saya rasakan ketika memasuki restoran tersebut adalah senang. Saya senang karena ada banyak tanaman, ada banyak bunga yang beraneka warna, pohon-pohon besar yang rindang, dan juga bangunan-bangunan yang dirancang baik dengan model dan warna yang dekat dengan alam.

Sonya’s Garden bukan sekedar restoran. Di sana ada kebun yang bisa dijelajahi, yang setiap elemennya bisa jadi bahan belajar tentang apa yang kita makan, manfaatnya, dari mana asalnya dan bagaimana cara pengolahannya di restoran ini. Di sana juga ada penginapan, yang menawarkan paket menginap dengan sarapan dan makan siang/makan malam, jadi kita tidak perlu ke mana-mana lagi. Di sana ada toko yang menjual sayur, buah, tanaman hidup, makanan olahan, pakaian dan berbagai pernak-pernik dari bahan alam. Kalau dilihat sekilas, ini seperti cottage-cottage di Bali.
Kedatangan kami diterima oleh Mr. Jiowel Vidallon, manajer restoran ini. Setelah saling berkenalan dan menjelaskan agenda, kami memutuskan untuk berkeliling kebun lebih dahulu, baru setelah itu kami makan siang bersama. Ia menjelaskan seluruh bagian dari area itu dan kami berhenti di tempat-tempat yang ingin kami diskusikan lebih mendalam.
Perhentian pertama adalah sebuah kios yang menjual tanaman-tanaman dalam polibag, sayuran, buah-buahan segar, dan bahan makanan olahan segar seperti keju. Produk yang dijual di kios ini berasal dari kebun mereka atau kebun-kebun petani yang tinggal di sekeliling wilayah tersebut. Dalam kasus ayam dan kambing, Sonya memberikan para petani ayam dan kambing untuk dipelihara dan setelah besar, bisa dijual ke Sonya dengan harga yang baik. Harga yang baik ini membuat mereka senang dan terus melanjutkan kerja sama dengan Sonya.
Setelah itu kami berkeliling kebun. Jiowel menjelaskan nama berbagai pohon, bunga dan buah yang ada di kebun tersebut, asal usulnya, manfaatnya, dan cara penggunaannya. Sebagai contoh, ia menjelaskan bahwa tanaman taragon dapat digunakan sebagai teh. Teh itu sangat enak ketika diminum setelah kita makan ubi rebus yang diguyur dengan air gula merah dan dimakan bersama dengan daun mint. Saya mencobanya dan ternyata memang sungguh enak rasanya. Ia menjelaskan bahwa daun tapak dara mengandung banyak antioksidan dan digunakan sebagai campuran salad di restoran ini. Saya juga mencobanya dan memang enak. Padahal di rumah saya, banyak sekali terdapat bunga-bunga tersebut dan selama ini hanya digunakan sebagai tanaman hias. Ia juga menunjukkan sebuah pohon yang daunnya berbau seperti bawang putih. Pohon itu berasal dari Afrika. Daunnya memang digunakan sebagai pengganti bawang putih. Hal menarik lain dari kebun ini adalah penataannya yang cantik. Setiap sudutnya memiliki warna-warna yang berbeda. Secara keseluruhan, kebun ini seperti kebun bunga aneka warna.

Sonya mendapatkan inspirasi untuk membuat kebun ini dari neneknya. Di masa kecil, Sonya sangat menikmati berada di kebun sang nenek. Ia dapat bermain, berenang, dan melakukan banyak kegiatan menarik di masa kecil tersebut. Salah satu prinsip hidup yang ia terapkan adalah ia ingin meninggalkan dunia ini dalam kondisi yang lebih baik daripada ketika ia menemukannya. Oh, ya saat ini Sonya telah berusia 80 tahun. Dalam usia ini, ia masih secara rutin melakukan yoga, berkebun, mengajar dan mengurus berbagai usaha yang telah ia mulai. Menurut Jiowel, apabila kita bertemu dengan Sonya, kita tidak akan percaya bahwa ia adalah seorang nenek yang berusia 80 tahun! Dan ia memulai semua ini saat usianya menjelang 60 tahun.
Jiowel bekerja di tempat ini ketika usianya masih 17 tahun dan ia sangat senang bisa bekerja di tempat ini. Ia menceritakan bahwa para karyawan mendapatkan kebahagiaan di tempat ini. Sebelum bekerja di tempat ini, mereka seolah tidak memiliki kehidupan. Tidak ada kesempatan kerja untuk mendapatkan uang. Di sini kesempatan itu begitu terbuka dan mereka bisa memilih tempat/jenis pekerjaan yang membuat mereka bahagia. Jiowel, sebagaimana karyawan lainnya, ketika datang ke Sonya untuk pertama kalinya akan ditempatkan di tempat yang mungkin ia sukai. Jika kemudian ada banyak masalah, maka Sonya akan mendiskusikan hal itu dan mengatakan bahwa mungkin ia tidak bahagia berada di tempat tersebut dan memindahkannya ke tempat yang lain di mana mereka paling merasa bahagia. Di Sonya, pendidikan formal tidak terlalu diperhatikan. Yang penting ada hati dan kemauan untuk belajar.

Selain Jiowel, ada seorang koki yang telah berusia 60 tahun. Awalnya ia bekerja sebagai asisten rumah tangga untuk Sonya. Dari situ, ia belajar banyak hal tentang perawatan rumah dan juga memasak. Di saat-saat awal restoran Sonya, ia yang menjadi koki dan mereka mengembangkan resep yang diperoleh dari keluarga Sonya dan juga sang koki. Meskipun tidak memiliki pendidikan formal sebagai koki, ibu koki ini telah mendidik puluhan asisten yang sekarang bekerja di restoran Sonya. Ia sendiri masih menjadi kepala koki di restoran ini sampai sekarang. Contoh lain adalah kepala tukang kebun. Ia bekerja di sana sejak remaja dan sampai sekarang masih bekerja di sana. Ialah yang merancang dan menanam berbagai jenis tanaman dan menyusun tata letak tanaman, mengatur aliran air dan menjadikannya taman yang indah dengan air mancur dan air yang mengalir di teras-teras batu. Ia pula yang mengatur kombinasi warna tanaman yang tumbuh dan berkembang di kebun tersebut.
Kami berkesempatan makan siang di restoran. Menu yang kami pilih adalah all you can eat. Berbeda dengan sistem all you can eat yang saya kenal, di mana kita mengambil sendiri makanan kita, di sini, kita tetap dapat duduk di bangku kita dan mereka akan membawakan makanan yang ada di dalam daftar all you can eat tersebut. Mereka akan membawakan dalam porsi yang dianggap normal atau sesuai permintaan, lalu jika masih kurang kita masih bisa memesan kembali yang kita inginkan. Sistem ini dipilih untuk mengurangi limbah makanan akibat pengambilan berlebihan yang akhirnya tidak termakan.

Saya memilih untuk mengikuti urutan makanan yang tertera di dalam menu. Pertama, kami menikmati sup krim tomat. Sup krim itu dari tomat sungguhan yang sangat enak. Bersamaan dengan itu kami mendapatkan 2 jenis roti, yaitu roti polos dan roti yang dipanggang dengan basil dan bawang putih. Roti ini datang dengan sejumlah dressing yang kita bisa pilih untuk dimakan satu per satu atau dicampur. Dressing tersebut adalah keju dalam minyak zaitun, pesto, biji jambu mete panggang, buah zaitun di dalam minyak zaitun, jamur dan satu lagi yang saya tidak tahu namanya (kemungkinan ikan asap yang dihancurkan, karena rasanya yang gurih). Setelah itu datang salad buah dan bunga dengan dressing yang tidak saya ketahui namanya. Tapi dressing itu adalah menu originalnya Sonya. Cantik sekali tampilan salad ini. Setelah itu kami mendapatkan pasta dan dua pilihan dressing, yang bisa dimakan secara terpisah atau bisa juga dicampur. Satu pasta dengan daging cincang dan pasta tomat, satu lagi dengan saus keju yang berwarna putih. Saya mencoba makan dengan masing-masing lalu dicampur. Di atasnya bisa diberi parutan keju parmesan. Setelah itu, kami mendapatkan makanan penutup yang berupa kue coklat, ubi rebus dengan saus gula merah, dan pisang aroma. Kami juga mendapatkan teh taragon hangat yang diberi goji berry.

Sonya memiliki prinsip kepedulian pada alam. Mereka menggunakan bahan sampai benar-benar tidak dapat digunakan kembali. Kalau bisa, tidak ada satupun yang perlu dibuang. Mereka menggunakan prinsip agar segala sesuatu dapat digunakan selama mungkin, berulang-ulang sampai benar-benar tidak dapat digunakan kembali. Prinsip ini berlaku untuk segala aspek operasinya, mulai dari kebun, restoran, penginapan dan lain-lain.
Kepedulian ini yang membuat Sonya berbahagia dan ingin berbagi kebahagiaan tersebut dengan semua, mulai dari para karyawan yang bekerja di sana sampai ke semua pengunjung yang datang. Kebahagiaan tersebut dilakukan dengan berbagi. Berbagi panen yang disajikan dalam menu makanan, dalam berbagai produk yang bisa dibeli, dan dalam berbagai fasilitas yang diterima oleh karyawan. Semua karyawan mendapatkan makan siang yang sama dengan yang dimakan oleh tamu. Jika diinginkan, mereka juga bisa memetik tambahan makanan dari kebun, asalkan betul-betul dimakan dan tidak bersisa. Semua karyawan mendapatkan sebidang tanah untuk membangun rumah. Mereka juga mendapatkan pinjaman untuk membangunnya. Menurut pengakuan beberapa karyawan yang kami temui, ia selalu menaruh perhatian dan membantu karyawan yang sedang dalam kesulitan. Bahkan ketika mendapati karyawan yang “bermasalah”, ia tidak melakukan penghukuman atau pemecatan. Ia mengajak bicara dan mencoba menempatkan mereka di tempat yang lebih membuat mereka bahagia.
Saya merasakan kebahagiaan yang dalam sekali dari seorang karyawan yang sudah cukup tua. Ia menjaga kios souvenir yang terdiri dari kain dengan sulaman dari Vietnam. Kain-kain itu dibeli oleh Sonya dari sebuah komunitas di Vietnam yang ingin ia dukung. Ibu itu itu sudah bekerja di sana selama 26 tahun. Ia melihat bagaimana Sonya berkembang dari hanya satu restoran kecil dan menjadi besar seperti sekarang. Saya bertanya apakah ia bahagia bekerja di sini. Jawabannya, “Off course, Mam. Everybody here is happy. Mam Sonya makes us happy.” Dari sorot matanya, saya tahu, ia jujur. Ketika saya bertanya apa yang membuatnya bahagia? Ia menjawab, di sini semua seolah milik sendiri. Ia bertanggung jawab atas semua yang dilakukan dan untuk menjadi milik sendiri. Ia menceritakan di saat pandemi, saat sedikit sekali orang datang berkunjung, sehingga semua orang harus bergantian bekerja, mereka semua tetap digaji dan bahkan mendapatkan beras setiap kali satu karung. Mam Sonya membeli beras satu truk untuk dibagikan kepada karyawan.
Dari Jiowel saya tahu bahwa di saat pandemi tersebut, semua karyawan tetap bisa bekerja. Semua karyawan yang pekerjaannya berkurang dialihkan ke kebun untuk menanam, memperbaiki yang rusak, mereka juga membuat roti untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan. Saking banyaknya roti yang mereka buat, Jiowel bahkan ikut terlibat di dalam memanggang roti. Dari situ mereka kemudian mendapatkan banyak pesanan. Jadi mereka tetap beroperasi meskipun di masa pandemi. Saat ini Sonya tengah mengembangkan satu restoran lagi yang dikembangkan dengan konsep yang sama, tetapi mengangkat kehidupan nelayan. Nama tempat itu Sonya’s Garden by The Sea.
Demikian cerita singkat tentang Sonya’s Garden, sebuah restoran yang dikembangkan dengan cinta oleh Sonya Garcia. Kepeduliannya telah memberikan kebahagiaan bagi para karyawan dan para mitra petani, peternak dan nelayan yang ia dukung. Berbagi kebahagiaan dan bukan sekedar untuk mendapatkan keuntungan inilah yang ditekankan dalam operasi bisnis ini. Semangat inilah yang membuat bisnisnya berkembang dan mendapatkan dukungan dari para pelanggannya.
***

No Comment