[Pikir] Transformasi Masyarakat

[Pikir] Transformasi Masyarakat

pikir-01Seseorang berjalan kaki di kota Kalkuta. Ia kecewa dengan kemiskinan dan penderitaan yang disaksikannya. Ia berteriak dan bertanya kepada Tuhan, mengapa penderitaan ini dibiarkan terjadi?! Dalam permenungan, ia mendapatkan jawaban: “Sebenarnya penderitaan itu merupakan teriakan Tuhan kepada saya, bahkan kepada semua orang, dan kepada semua institusi maupun sistem sosial, yang telah menyebabkan kelaparan, kemiskinan, dan ketidaksetaraan.” (Walter Wink)

 

Bagian Satu

Ada tertulis dalam suatu kitab: “Kesalahan yang diperbuat oleh para bapa akan menurun hingga generasi ketiga.” Ada pula ajaran suku-suku asli yang menyatakan: “Apapun yang kita perbuat hari ini, hasilnya akan diturunkan hingga generasi ketujuh.” Hasil penelitian dari Sandra Bloom, M.D. (1997, dalam Stephanie & Dewi, 2015) menunjukkan bagaimana pengalaman traumatis diturunkan dari generasi ke generasi: “Pengalaman dan kenangan traumatis tidak akan hilang apabila kita hanya mengabaikannya; kita justru menciptakan luka psikis, yang akan menyebar ke seluruh diri kita dan generasi yang akan datang.”

pikir-02Beberapa kisah hidup nyata menunjukkan hal ini. Misalnya ada seorang bapak yang terdorong melakukan poligami secara diam-diam. Setelah digali, almarhum ayahnya ternyata juga melakukan pola hidup yang sama, yakni melakukan poligami secara diam-diam, terus sampai akhir hayatnya. Atau ada juga ibu yang terjebak dalam nafsu angkara murka kepada anaknya. Setelah digali, ternyata almarhumah ibunya juga punya sifat mudah marah, dan bahkan beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri di hadapannya ketika ia masih anak-anak.


Bagian Dua

Tema “Paradigma Hidup Bhakti” pernah dibawakan oleh Antonius Subianto Bunjamin dalam salah satu sesi kursus singkat Filsafat di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan pada tahun 2019. Beliau menerangkan bahwa perilaku manusia pada umumnya didorong oleh libidonya. Saat manusia berperilaku mengikuti libidonya, ia akan mengalami kepuasan untuk beberapa waktu. Setelah kepuasan hilang, libido akan menggerakkan lagi perilaku manusia. Demikian seterusnya, sehingga perilaku manusia terus didikte oleh libidonya, dari satu kepuasan ke kepuasan yang lain, sampai akhir hayatnya. Secara kasar dapat dikatakan bahwa manusia adalah budak dari libidonya. Beliau kemudian menerangkan tentang paradigma hidup bhakti, yang berisi mengenai cara pandang hidup yang berbeda, yaitu bagaimana manusia dapat menjadi tuan atas libidonya.

Untuk menaklukkan libido, pertama-tama manusia perlu memahami tentang libidonya. Libido dapat dipahami sebagai kesatuan dari dua hal, yakni adanya objek yang menjadi target perilaku, dan adanya daya terfokus pada pencapaian objek / target tersebut. Misalnya, libido yang mendorong perilaku makan terdiri dari bayangan tentang suatu makanan, berikut nafsu untuk memperoleh makanan itu.

Objek yang menjadi target perilaku berfungsi untuk memusatkan fokus perhatian manusia. Seperti sasaran tembak / panahan, objek ini adalah papan lingkaran-lingkaran yang menjadi sasaran tembak / panahan. Sementara daya terfokus adalah energi terarah / impuls, yang akan mencari segala cara untuk mencapai objek targetnya. Ibarat tenaga gravitasi, yang akan selalu menarik ke bawah apapun yang ada; atau ibarat tenaga air, yang meski dibendung, tetap berdaya desak mencari lubang untuk mengalir. Misalnya, orang yang jatuh cinta tidak pada tempatnya, akan tetap mencari segala cara untuk dapat menjalin hubungan terlarang dengan orang yang dicintainya itu.

Adapun objek yang menjadi target perilaku manusia secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kepemilikan (posenandi), kekuasaan (dominandi), dan pemujaan (adorandi). Dengan demikian, berdasarkan jenis objeknya, libido manusia juga dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu libido posenandi, libido dominandi, dan libido adorandi.

pikir-03Posenandi artinya setara dengan to possess atau memiliki. Objek dari libido posenandi adalah material yang dapat dimiliki, seperti makanan, perhiasan, orang, dan lain-lain. Perilaku mengikuti libido posenandi ditujukan untuk menambah kepemilikan / menumpuk kekayaan. Saat tidak berhasil memiliki targetnya, manusia akan merasa kekurangan, miskin, dan menderita, yang kemudian mendorongnya untuk menghalalkan segala macam cara untuk dapat meraih keinginannya (menipu, mencuri, membunuh, dan lain-lain).

pikir-04Dominandi artinya setara dengan to dominate atau mendominasi. Objek dari libido dominandi adalah kepatuhan orang lain, seperti diperhatikan, didengarkan, dituruti, dan lain-lain. Perilaku mengikuti libido dominandi ditujukan untuk berkuasa. Saat keinginannya tidak diikuti, manusia akan marah dan menyerang orang lain untuk memaksakan kehendaknya.

pikir-05Adorandi artinya setara dengan to adore atau memuja. Objek dari libido adorandi adalah nilai ter-paling, seperti paling benar, paling baik, paling disukai, dan lain-lain. Perilaku mengikuti libido adorandi ditujukan untuk ber-nilai. Saat ada orang lain yang lebih daripada dirinya, manusia akan iri dan mencari-cari cacat dari sesamanya itu, agar dirinya tetap merasa bernilai lebih.

Pemahaman akan libido ini juga perlu disertai dengan disiplin melatih libido, agar manusia dapat menaklukkannya. Libido yang terus-menerus diikuti akan membuat libido semakin berkuasa mengendalikan perilaku manusia. Misalnya, playboy yang tidak mampu berkomitmen setia. Namun tidak menghormati / mengekang libido, juga akan memperbesar daya desaknya, dan suatu saat akan meledak tak terkendalikan. Misalnya, politisi atau tokoh agama yang munafik, lalu terbuka aibnya. Jadi, bagaimanakah disiplin yang sesuai untuk melatih libido agar menjadi jinak?

Inti disiplin melatih libido terdiri dari dua langkah. Pertama, menghormati keberadaan libido, dan kedua, memberdayakan libido untuk hidup bhakti / kebaikan hidup bersama. Menghormati keberadaan libido dilakukan dengan menaruh perhatian padanya, menyadari keberadaannya, mengakuinya secara bulat, dan menerimanya sebagai bagian diri. Memberdayakan libido untuk hidup bhakti dilakukan dengan memahami karakteristiknya, menyalurkan karakteristik tersebut secara adaptif, memperluas ruang lingkup objeknya dari kepentinganku menjadi kepentingan semua, dan menyuling energi nafsu / kemelekatan menjadi energi murni / lepas bebas.

pikir-06Ada banyak cara untuk latihan mendisiplinkan libido. Umat Muslim di Indonesia melakukannya dengan cara puasa Ramadhan. Pada waktu bulan Ramadhan, umat Muslim bangun sebelum subuh untuk makan sahur sebelum puasa dimulai, tidak makan-minum dan mengelola emosi serta hawa nafsu sekitar 13 jam 20 menit (kompas.com), kemudian berbuka puasa dengan minum dan atau makan saat Maghrib. Menurut hasil berbagi pengalaman berpuasa selama bulan Ramadhan dari beberapa orang, bilamana puasa Ramadhan dilakukan dengan kesungguhan, Insya Allah senantiasa membawa pembaharuan dan perkembangan tertentu bagi pelakunya.

Disiplin latihan hawa nafsu dalam budaya Hindu antara lain dilakukan dengan pengelolaan keinginan melalui aktivitas bekerja. Menurut I Nyoman Lastra, keinginan adalah sifat alamiah manusia, sebagai penggerak perilakunya. Namun keinginan yang terlalu besar / tidak dikendalikan, justru akan menimbulkan penderitaan. Bagaimana memberdayakan keinginan, tanpa diperbudak oleh keinginan? Manusia perlu melakukan aktivitas kerja mengikuti keinginan, hanya saja manusia sebaiknya tidak terikat pada keinginan akan hasilnya. Jadi, bekerja dilakukan sebagai bentuk pengabdian atau kewajiban yang baik dan benar / dharma. Intisari dari Bhagavad Gita menunjukkan bahwa keinginan yang kuat memang diperlukan untuk menggerakkan kerja / karma; dimana bekerja dilakukan sebagai bentuk pengorbanan  / yadnya; dan niscaya setiap perbuatan akan diikuti dengan hasil perbuatan yang sepadan / phala. (kemenag.go.id)

Salah satu disiplin melatih libido juga dirumuskan oleh Ignasius Loyola dalam modul Latihan Rohani. Tujuan utama dari latihan rohani Ignasian adalah melepaskan diri dari hawa nafsu dan kelekatan tidak teratur. Satu periode latihan dilakukan lima kali sehari, selama 30 hari berturut-turut. Dalam tiap waktu latihan tersebut, yang dilakukan adalah berdiam diri untuk menghayati pernafasan dan keberadaannya saat momen sekarang, merefleksikan materi tertentu, dan berdoa.

Berdasarkan fokus latihan yang dilakukan, kurun waktu 30 hari itu sendiri terbagi ke dalam empat tahapan. Tahap pertama fokus pada pengakuan manusia akan perilaku dosa pokoknya (Dalam situasi hidup yang sesungguhnya senantiasa penuh rahmat, manusia tidak menaruh hormat dan bersyukur secara penuh, melainkan mengeluh dan marah, menginginkan yang tidak ada, dan berupaya untuk memenuhi keinginannya sendiri).  Tahap kedua fokus pada proses mempelajari perilaku luhur, melalui refleksi teladan hidup dari tokoh-tokoh yang ada dalam adegan kitab suci (antara lain rendah hati, tidak menghakimi, berbelas kasih, percaya, komitmen).

Tahap ketiga fokus pada penerapan perilaku luhur yang dipelajari saat menghadapi tantangan hidup nyata, melalui aksi puasa, menyadari pergulatan batin, merenungi jalan hidup dari role model utama, mengakui kelemahan dan melepaskan kendali pribadi, serta memohon rahmat-Nya untuk melakukan perubahan sejati. Sementara tahap keempat fokus pada relaksasi menikmati buah rahmat-Nya dengan cara hidup ugahari (sederhana, seperlunya, tulus).

pikir-07-jpgSalah seorang pelaku latihan rohani Ignasian sejak bulan November 2016 sampai sekarang menyatakan bahwa ia mengalami perubahan nyata dari waktu ke waktu, seperti tunas pohon yang perlahan dan pasti tumbuh membesar dan berakar kuat. Bagaimana bisa demikian? Bila dicermati secara lebih teliti, proses latihan rohani Ignasian mengandung beberapa faktor kunci perubahan, yang efektif dalam disiplin melatih libido, antara lain:

  • berdiam diri menghayati keberadaan sekarang (daya desak libido menjadi netral),
  • mengakui dan menerima aktualita diri maupun situasi hidup secara apa adanya (yang menjadi target bukan objek yang tidak ada, tapi sudah mencapai target dari objek yang ada),
  • membuka diri untuk belajar cara-cara baru berperilaku (libido tidak liar, tapi ditata),
  • tekun menghadapi kenyataan yang menantang, bukan reaktif mengatasi / menghindarinya (libido tidak mendikte perilaku),
  • rileks melepaskan kendali dan mengikuti aliran jernih kehidupan secara tenang (libido jinak),
  • berserah diri pada kesatuan semesta / Allah (libido lepas).

 

Bagian Tiga

Disiplin melatih libido termasuk proses pemberdayaan diri. Manusia mengarahkan fokus perhatian dan daya upayanya untuk memahami dinamika libido dalam dirinya, dan berdisiplin melatihnya menjadi jinak. Libido tidak lagi liar mengganggu, melainkan menjadi sumber daya untuk menciptakan kebaikan hidup bersama. Dalam sudut pandang David Hawkins (dalam Stephanie & Dewi, 2015), kondisi ini menunjukkan level energi manusia berada pada angka 200, yaitu pada tingkat keberanian.

Keberanian berarti kemauan mencoba hal baru, menghadapi perubahan hidup, dan menangani kesempatan yang ada. Rintangan (seperti cacat karakter dan ketakutan) yang selama ini menggagalkan upaya perubahannya, kini justru menstimulasi proses perkembangan diri secara nyata. Penghayatan hidup yang berat dan lemah pun pudar. Kekuatan mulai muncul sebagai buah dari upaya pemberdayaan diri yang efektif. Produktivitas dan penghargaan diri berkembang. Orang-orang pada tingkat ini memberikan kembali energi kepada dunia sebanyak yang mereka ambil.

Sebelum mencapai tingkat keberanian, level energi manusia berada di bawah angka 200. Karakteristik perilakunya adalah reaktif. Kenyataan hidup yang tidak sesuai keinginan membuatnya frustasi. Manusia spontan berusaha menyelamatkan diri atau memenangkan kepentingan sendiri. Perilaku reaktifnya ini sering kali tidak efektif. Meski sudah bersusah payah, manusia tidak mampu menciptakan perubahan nyata. Kondisinya lelah, lemah, dan menjadi korban dari situasi hidup.

Dengan demikian, taraf energi 200 pada tingkat keberanian merupakan level peralihan. Manusia yang level energinya 200 secara nyata mengalami titik balik perubahan, dari: tidak sadar menjadi sadar, reaktif menjadi proaktif, tidak efektif menjadi produktif, lemah menjadi kuat, benalu menjadi sumber, dan negativitas menjadi positivitas.

Menurut David Hawkins (dalam Stephanie & Dewi, 2015), level energi ini tidak hanya berlaku dalam diri individu saja, melainkan juga dalam suatu masyarakat. Energi kelompok terbangun dari energi anggota-anggotanya. Level energi antar anggota kelompok tentunya bervariasi, ada yang di bawah 200, dan ada yang 200 ataupun lebih.

pikir-08-jpg-png

Anggota dengan level energi 200 atau lebih mampu berempati pada anggota lain yang level energinya lebih rendah. Perilaku sesama yang mementingkan diri sendiri tidak memancing reaksi timbal balas, melainkan justru dipahami sebagai bentuk ketidaksadaran atau kelalaian manusiawi. Sikap penerimaan yang tulus ini membuat sesama tersentuh dan menghentikan perilaku negatifnya. Sesama pelan-pelan mengendurkan egonya dan mau belajar bekerja sama, yang disambut dengan tangan terbuka, sehingga interaksi kerja sama pun menjadi efektif. Demikian seterusnya, inter-aksi energi antar anggota terjalin menjadi energi kelompok.

Kelompok masyarakat dengan level energi 200 atau lebih dapat menjadi kontributor bagi lingkup masyarakat yang lebih luas. Individu pemberani berpeluang membangun keluarga efektif. Keluarga efektif berkontribusi menciptakan masyarakat yang produktif. Masyarakat produktif membangun bangsa yang kompeten. Bangsa kompeten mengambil peran tanggung jawab untuk menciptakan kehidupan antar bangsa yang sinergis.

 

Kesimpulan

Bagaimana suatu kelompok masyarakat dapat mengalami transformasi perkembangan secara nyata? Pertama-tama, dengan memindahkan orientasi pribadi, dari orientasi ke luar (mengubah orang lain / kelompok) menjadi orientasi ke dalam (mengubah diri sendiri). Kedua, menyadari itikad awal mengubah diri berasal dari sikap penolakan terhadap keadaan diri sendiri, lalu memutuskan untuk berhenti menghakimi, dan menerima kondisi diri yang ada secara apa adanya (termasuk menerima kondisi bahwa saya sedang menghakimi dan menolak diri).

pikir-09

Terus asah fungsi kesadaran melalui perilaku jeda-diam, untuk mengistirahatkan ego dan menghayati keberadaan dalam momen sekarang. Rajinlah berefleksi, mengakui ketidaksadaran dan menerima kelalaian, serta sabar menjalani proses menciptakan perubahan secara pelan dan pasti. Lakukan mawas diri dan berempati dalam interaksi sosial. Sadari reaksi penghakiman dan penolakan terhadap kondisi eksternal, lepaskan ego pribadi, dan pilihlah tindakan berbelas kasih saat frustasi menghadapi kenyataan. Dengan begitu, energi positif akan terus mengalir seperti sungai, menumbuhkembangkan perubahan nyata sesuai kebutuhan.

***

 

(Pustaka: Buku Panduan Capacitar terjemahan Maria Stephanie & Emmy Liana Dewi (2015); Materi “Paradigma Hidup Bhakti” dari Antonius Subinato Bunjamin (2019); kompas.com; kemenag.go.id; Buku Latihan Rohani St. Ignasius Loyola terjemahan J. Darminta (1993); Beberapa sharing pengalaman;

Sumber Gambar: mlp.sdgacademyindonesia.id; magdalena.co.id; sehatfresh.com; artsy.net; jamilazzaini.com; sesawi.net; foto koleksi pribadi; renunganlenterajiwa.com).

 

Levianti

Levianti

Levianti, S.Psi, M.Si, Psikolog menjalani keseharian sebagai Dosen Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul. Penerapan keilmuan dilakukan melalui profesi associate assessor di Daya Dimensi Indonesia, associate trainer di Konsultan Intered, serta anggota tim konselor di Pusat Layanan Psikologi UEU dan Biro Konseling Keuskupan Bandung. Minatnya untuk berefleksi dan menulis tersalurkan melalui penyusunan renungan harian bagi Lumen Cahaya Indonesia - youtube Hidup TV. Ia juga menulis lepas di blog Proaktif Online dan Kompasiana. Bersama suaminya, ia pun merintis wirausaha Kopi Bale 62 sejak tahun 2016. Bidang Ilmu Psikologi merupakan panggilan hidupnya yang terus ia tekuni secara sederhana melalui aktivitas hidup harian.

Related Posts

[Pikir] Merefleksikan Keterpisahan Hubungan Manusia Perkotaan dengan Pangan dalam Perspektif Kritis

[Pikir] Mendiagnosa Kebebasan Diri di Era Post-Modern

[Pikir] Mendiagnosa Kebebasan Diri di Era Post-Modern

[Pikir] Kepemimpinan Kaum Muda Dalam Era Globalisasi

[Pikir] Kepemimpinan Kaum Muda Dalam Era Globalisasi

[Pikir] Berkembang Bersama Komunitas

[Pikir] Berkembang Bersama Komunitas

No Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

edisi

Terbaru

Rubrik

Recent Comments

STATISTIK

Online User: 0
Today’s Visitors: 11
Total Visitors: 59716

Visitors are unique visitors