[Media] Manusia Dewasa dan Kebebasan Bermain   

[Media] Manusia Dewasa dan Kebebasan Bermain  

We don’t stop playing because we grow old; we grow old because we stop playing.

~George Bernard Shaw

 

Quote ini bisa jadi adalah pengingat kelalaian diri menghilangkan hati yang bermain karena merasa sudah dewasa tidak boleh banyak main lagi. Tanpa terasa pemikiran itu merasuk ke dalam kesadaran saya, yang memacu diri menjadi orang yang melakukan pekerjaan dengan serius dan ingin bermanfaat. Tapi apa yang didapat ternyata diri ini memendam luka teramat dalam kepada orang lain yang membuat diri kian menutup pada sekitar.

Kecintaanku dalam bermain menghadirkan pengalaman masa quarter life yang seru dan banyak pengalaman. Membuat media bermain, teknologi untuk bermain, dan kegiatan seru dengan bermain boardgame. Hingga pada akhir usia 20an Saya sempat bekerja di kafe yang melayani jasa bermain boardgame. Dari sana saya menjadi Game Master, orang yang menjelaskan boardgame kepada para pengunjung. Kafe itu terletak di tengah lima sekolah yang cukup besar. Jadi banyak anak-anak sekolah berkunjung saat siang. Di sore ke malam biasanya ada mahasiswa datang bermain dan di akhir pekan biasanya keluarga berkunjung. Saya bekerja dengan sangat bersemangat, menjelaskan cara bermain kepada para pengunjung dan melihat interaksi mereka satu sama lain dan bermain dengan teman-teman Game Master saat kafe sedang sepi. Bisa jadi saat itu adalah saat yang paling bahagia dalam hidup.

Tapi pada suatu saat, saya merasa harus pindah karena tuntutan tanggung jawab, karena sudah dewasa katanya harus bekerja lebih serius dan jangan main-main lagi. Banyak hal yang berubah sejak itu. Salah satunya adalah semangat bermain yang beralih ke semangat bekerja. Saya bekerja ke tempat lain, ke kantor yang lebih ‘serius’ untuk dapat gaji yang sesuai. Tapi hal ini tidak bertahan juga. Saya pindah lagi ke tempat lain untuk mengimbangi pengeluaran tapi tetap memiliki kedudukan. Saya bekerja dengan cukup keras di sana hingga akhirnya saya mengalami burn out parah yang membuat emosi menjadi tidak stabil.

Pada akhir tahun kemarin, Saya diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan untuk menjadi coach orang tua. Pendekatannya cukup unik, yaitu dengan bermain. Saat itu Saya belajar bermain dengan beragam permainan sederhana dari mulai bermain pasir, bercerita, bermain peran, seni kreatif, dan menari. Dan ternyata kegiatan bermain sederhana ini membuatku lebih mengenal diriku sendiri.

Teknik yang digunakan saat pelatihan disebut Metode Bermain Nondirektif. Dalam metode ini, seseorang diberi waktu khusus (Special Time) untuk bermain tanpa arahan atau interupsi dari luar dirinya termasuk pelatih/terapis. Teknik ini termasuk ke dalam teknik terapi bermain yang dikemukakan oleh Virginia Axline. Virginia Axline adalah seorang terapis perkembangan yang dikenal karena metodologi terapinya yang dikenal dengan Dibels Play Therapy. Ia menulis buku terkenal tentang metode tersebut yaitu “Dibels Play Therapy: Its Theory and Practice” (1948). Buku ini merupakan panduan bagi para profesional yang ingin menggunakan terapi mainan dalam praktik mereka.

Dasarnya yang digunakan adalah bermain merupakan komunikasi natural manusia. Memang bermain kadang digunakan untuk anak-anak, namun beberapa teman yang sudah dewasa pun ada yang mengikuti terapi bermain ini dan menemukan jati dirinya kembali. Hal ini tercipta dari iklim Special Time yang diciptakan saat Bermain Nondirektif. Pada saat itu,  kita diberi waktu bebas untuk berinteraksi dengan diri kita dengan bermain tanpa ada interupsi. Adapun keberadaan pelatih/terapis berfungsi untuk mendukung suasana itu. Special Time ini membuat kita merasa diterima oleh diri kita sendiri.

Saat pelatihan itulah saya diberi ruang Special Time dengan beragam permainan. Misal saya bermain Creative Art tentang hambatan saya. Selama ruang Special Time itu saya mengeksplorasi segala ketakukan di dalam diri. Yang tadinya saya kira banyak hal-hal yang menakutkan sekarang ketakutan itu ada hanya kecil di pikiran saya dan membentuk hiasan lucu yang saya buat. Saya menjadi lebih berani mengeksplorasi ide.

media1-2
Creative Art tentang hambatan diri Sumber foto: koleksi pribadi

Selanjutnya saya diberi ruang Special Time dengan pasir dan malam. Saat saya diberi ruang untuk mengeksplorasi, saya menemukan kebingungan dalam pikiran saya yang selama ini seperti tertutupi. Saya menolak sesuatu tapi juga menginginkannya. Keadaan yang bertolak belakang inilah yang membuat saya selama ini bimbang. Hal ini disebabkan pasir membuat kita mengakses alam bawah sadar kita tanpa kita sadari seperti sedang dihipnotis. Saat diberi Special Time dengan pasir, ternyata membuat kita menemukan masalah-masalah dalam hidup yang mungkin tidak kita sadari.

media2-2
Eksplorasi Diri dengan Pasir Sumber foto: koleksi pribadi

Ada juga bermain musik sederhana. Seperti gendang tabuh, marakas, lonceng dan lain-lain. Saat kita saling bertautan membunyikan dengan teman yang mengikuti kita saat itu kita bisa meluapkan emosi marah kita atau sedih dengan ada orang yang menanggapinya. Hal ini membuat kita rileks karena meluapkan emosi kita dan merasa ada yang menerima emosi tersebut.

media3-2
Aneka alat musik sederhana yang bisa digunakan
Sumber foto: koleksi pribadi

Selanjutnya ada sesi bercerita. Di mana kita memilih boneka tangan lalu menceritakan nama, tempat tinggal, dan mimpinya. Di akhir sesi seluruh peserta saling membantu mewujudkan mimpi masing-masing. Saat bercerita, saya membuat kiasan mimpi saya tentang tempat tinggal dan juga keinginan saya dan ternyata itu semua dapat membangun ketahanan diri dari apa yang saya inginkan.

Terakhir kita menari. Belajar hanyut pada musik baik itu musik senang atau sedih. Kita belajar hanyut dan mindfulness.

media4-2
Sesi Menari Bersama Teman-Teman di Pelatihan
Sumber foto: koleksi pribadi

Setelah sesi Bermain Nondirektif selesai, banyak hal rumit yang selama ini sebenarnya berada dalam diri namun baru saya sadari saat ini. Saya menjadi yakin dengan menghadirkan perasaan bermain membuat kita justru menjadi lebih kuat. Menjadi bahagia dan baik sebagai dewasa tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik atau lingkungan, tapi juga oleh kesempatan untuk bermain dan berimajinasi saat masa kecil. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Stuart Brown, asisten professor dari fakultas kedokteran Baylor College di Houston. Ia melakukan interview dengan 6000 orang tentang masa kecil mereka dan menemukan bahwa mereka yang memiliki kesempatan untuk bermain dan berimajinasi pada masa kecilnya, ketika bertumbuh dewasa menjadi seseorang yang bahagia dan baik. Profil menunjukkan orang yang sering bermain membuat dia lebih mudah untuk sukses dan ada akumulasi konsekuensi negatif jika permainan dirampas dalam dirinya. Karena itu, bermain adalah salah satu kunci menemukan bakat dalam diri.

Terdapat paradigma di sekitar kita bahwa orang dewasa tidak pantas untuk bermain. Tapi dari pengalaman saya, ternyata bermain penting juga untuk manusia dewasa. Dengan bermain kita bisa mengeksplorasi perasaan, masalah, dan mimpi kita, asalkan dalam bermain itu kita diberi kebebasan untuk mengeksplorasi diri kita. Bermain pada akhirnya mendekatkan kita pada diri sendiri dengan cara yang sangat menyenangkan. Karena kadang bertransformasi tidak harus berubah dari diri kita yang sekarang, tapi juga mengenal diri lebih dalam lagi.

 

Liesna N. Widyaningrum

Liesna N. Widyaningrum

Liesna Nurul, seorang pejuang pendidikan keluarga yang percaya, masyarakat yang kuat lahir dari rumah yang hangat dan interaksi keluarga yang sehat. Saat ini, membuka praktik Filial Play dan Play Date Boardgame untuk keluarga di Bandung.

Related Posts

[Media] Menerawang Masa Depan Pertanian dari Struktur Ekonomi Politik Pangan dan Eksplorasi Ruang Kolaborasi

[Media] Menerawang Masa Depan Pertanian dari Struktur Ekonomi Politik Pangan dan Eksplorasi Ruang Kolaborasi

[Media] Menghasilkan dan Mengolah Pangan Sendiri

[Media] Menghasilkan dan Mengolah Pangan Sendiri

[Media] Menelusuri Jejaring Keterhubungan: Sebuah Refleksi dari Workshop ‘Work that Reconnects’

[Media] Menelusuri Jejaring Keterhubungan: Sebuah Refleksi dari Workshop ‘Work that Reconnects’

[Media] Berkebun Gembira: Belajar dari Alam  

[Media] Berkebun Gembira: Belajar dari Alam  

No Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

edisi

Terbaru

Rubrik

Recent Comments

STATISTIK

Online User: 0
Today’s Visitors: 11
Total Visitors: 59716

Visitors are unique visitors