[Media] Generasi Terakhir

[Media] Generasi Terakhir

media_rio_1

 

Data Buku:

Judul               : Generasi Terakhir – Aktivisme Dunia Muslim Mencegah Perubahan Iklim dan Kepunahan Lingkungan Hidup

Penulis             : Fachruddin M. Mangunjaya

Editor              : Widjanarko S

Penerbit           : LP3ES

Cetakan           : Juni 2021

Halaman          : xxii 234 hlm

ISBN               : 978-602-7984-68-4

Menyitir perkataan Albert Einstein; “Science without religion is lame, religion without science is blind (terjemahan bebas : Sains tanpa agama adalah timpang, agama tanpa sains adalah kebutaan), Fachruddin M. Mangunjaya menyimpulkan bahwa ketimpangan dan kerusakan lingkungan yang terjadi dewasa ini merupakan akibat jauhnya ilmu pengetahuan dari kaidah-kaidah agama yang dapat mencegah “kelumpuhan” fatal pada peradaban manusia. Berbagai kerusakan lingkungan yang sering terjadi akhir-akhir ini telah mengakibatkan meningkatnya frekuensi bencana yang terjadi, dan juga tentu karena manusia telah meninggalkan agama sebagai norma etika dan juga kebaikan akhlak (moral) telah ditinggalkan manusia.

Sains dan aplikasi teknologi yang tidak berbasis agama bisa menimbulkan perilaku hedonis, hanya mencari kepuasan materi yang tidak berkesudahan, tidak lagi memikirkan dampak, melanggar etika kepantasan dan empati kemanusiaan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan yang berintegrasi dengan pemahaman agama memiliki peranan penting. Prinsip-prinsip agama sudah semestinya menjadi pilar dalam memperkaya integritas ilmuwan Islam, bukan saja dari tataran filosofis, tetapi juga sampai ke tingkat kebijakan dan praksis.

Dimulai dari ‘Ilm al Khalq (Pengetahuan tentang Penciptaan) yang sudah ada jauh sebelum ilmu ekologi berkembang, inti ajaran Al Qur’an ini bisa didekati secara fleksibel melalui empat prinsip utama; (i) Tauhid – keimanan kepada satu Tuhan yaitu Allah SWT adalah mutlak, (ii) Khalifah – wakil/Pengganti Allah SWT di muka bumi untuk mengelolanya sesuai dengan kebutuhan, (iii) Mizan – keseimbangan, berkaitan dengan kebutuhan serta prinsip berikutnya, (iv) Fitrah – sesuai dengan ukuran masing-masing diciptakan.

Dengan demikian hubungan antara Islam, lingkungan hidup dan perubahan iklim sangat erat serta tidak terpisahkan. Allah SWT memberikan akal dan ilmu kepada manusia sebagai khalifah di bumi untuk memahami bumi dan seisinya serta agar mampu merawatnya. Sesungguhnya manusia dengan agamanya tidak dapat dipisahkan karena implementasi perintah agama ditujukan pada kehidupan manusia di bumi. Maka, manusia atas dasar agama berkepentingan merawat alam dan lingkungan sekitarnya dengan baik. Kondisi lingkungan dan perubahan iklim yang baik akan berpengaruh pada kebaikan dan kelangsungan kehidupan, di samping memenuhi kebutuhan eksistensi manusia.

Lebih lanjut, etika serta moral yang dalam Islam dikenal sebagai adab dan akhlak, berkaitan erat dengan gaya hidup ramah lingkungan yang bermuara pada Rahmatan lil ‘alamin (Kebaikan bagi seluruh alam semesta). Hal tersebut mengacu pada firman Allah SWT dalam Al Qur’an, bahwa penciptaan alam semesta itu lebih akbar (kompleks dan agung) dibandingkan dengan penciptaan manusia, Surat Ghafir 40 ayat 57.

media_rio_2

Kesimpulannya, Islam tidak memandang adanya dikotomi antara sains dan agama. Dan, Al Qur’an mengajarkan bahwa selain kalam Allah SWT yang tercantum secara tekstual dalam Al Qur’an, dijumpai pula ayat-ayat di alam raya. Oleh sebab itu, sangat mudah (seharusnya) bagi muslim memahami dua konteks terhadap ayat Al Qur’an, yaitu secara qauliyah (tertulis) dan kauniyah (yang ada di alam). Kiranya dalam prinsip-prinsip lingkungan, Islam tidak hanya memberikan sebuah pedoman dan jawaban terhadap konsep tentang ciptaan-Nya, tetapi juga mengenai bagaimana manusia hidup dan menatanya (lingkungan tempat hidupnya). Dari pembahasan ini dapat dimengerti pula, bahwa manusia diminta mengemban amanah karena (sekaligus mengartikan bahwa) makhluk lain yang diciptakan-Nya tidak sanggup mengemban.

Dengan demikian, bila manusia meneliti alam dan unsur-unsurnya, baginya hanyalah sebuah pencarian atas rahasia Tuhan, yang sebenarnya dapat dilihat sebagai sebuah rumus-rumus yang dapat dikomunikasikan dalam bahasa manusia yang ditemukan melalui ilmu alam (natural science). Menemukan rumus dan teori serta memecahkan teka-teki tentang alam, sama saja dengan upaya menguraikan sebuah sunatullah (ketetapan Allah SWT). Pengetahuan manusia memiliki keterbatasan karena indra yang dimiliki oleh manusia juga terbatas. Maka pembuktian bagi indra terbatas tersebut memerlukan alat (tools), sehingga manusia dapat memahami sesuatu dengan alat yang kemudian dipahami oleh panca indranya.

Salah satu hal yang sangat menarik dan aktual dibahas dalam kajian tentang Islam dan ekologi adalah wahyu yang telah memberikan guideline tentang pentingnya mempertahankan keseimbangan dan membimbing perilaku atau lifestyle manusia yang dapat diterima bumi untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupan dan kemanusiaan. Sejauh mana keseimbangan dapat dipertahankan, maka diperlukan pemahaman atas sunatullah dalam satu materi atau elemen. Karena itu, sangat perlu untuk meneliti ayat-ayat Tuhan yang ada di alam semesta guna memahami ayat-ayat-Nya.

Manusia dengan kelemahannya diamanahkan untuk menjaga keseimbangan itu dengan ilmu pengetahuan, menghitungnya, mengelola dengan baik, dan menggunakannya dengan cara yang baik serta terukur. Ekologi adalah ilmu pasti yang dapat memunculkan reaksi dinamis, sehingga manusia dapat memperhitungkan segala kemungkinan yang dapat timbul jika salah kelola. Namun, ketika pendekatan ilmu pengetahuan terkadang mengalami banyak tantangan, karena sesungguhnya manusia dengan ilmunya tidak lengkap mengetahui keadaan ekologi sepenuhnya, disinilah diperlukan sikap tawakal untuk berpasrah diri kepada Allah SWT atas upaya yang dilakukan manusia. Upaya terbaik bagi ekologi adalah luasnya pengetahuan manusia, bukan terbaik menurut nafsu manusia. Oleh sebab itu, para ilmuwan mencoba merumuskan petunjuk Al Qur’an dalam konteks terkini, diantaranya dengan hadirnya Islamic Declaration on Global Climate Change sebagai sebuah uraian kontemporer perspektif Islam menanggulangi perubahan iklim.

Manusia diminta melakukan manajemen ekologi secara cermat berdasarkan ilmu pengetahuan dan memanfaatkan sumber daya alam dengan tidak berlebihan. Hakikatnya, dengan segala ketersediaan sumber daya alam yang ada di bumi, secara alamiah dan berdasarkan fitrah, manusia akan menemukan kebesaran Tuhan, menemukan spiritualitas, kecukupan, kesejahteraan sekaligus makna keindahan segala ciptaan-Nya.

“Jika terjadi hari kiamat, sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah biji, maka jika ia sanggup untuk menanamnya, maka tanamlah.” (HR. Bukhari & Ahmad). Akhir kata dari saya, selamat berthariqat lingkungan hidup (ekologiyah), semoga masing-masing diri kita dapat mengambil hikmah dari perjalanan hidup yang telah ditempuh.

Referensi :

Islam and the Environment | Oxford Centre for Islamic Studies (oxcis.ac.uk)

A speech by HRH The Prince of Wales titled Islam and the Environment, Sheldonian Theatre, Oxford | Prince of Wales (The Prince of Wales makes a speech titled: Islam and the Environment – YouTube)

Pelatihan Para Dai dan Ulama dan Tokoh Masyarakat untuk Kesadaran Lingkungan – Fachruddin Majeri Mangunjaya (drfachruddin.com)

 

Rio Kornel

Rio Kornel

Rio Kornel Lahir di bandung 25 april 1976, rio kornel lebih banyak tumbuh dan besar di alam terbuka. Berkebun, memancing dan berburu bersama almarhum kakek tercinta menjadi rutinitas masa kecilnya. Kegiatan alam terbukanya berlanjut di WAPATALA SMP N 28 Bandung, Apis Indica SMA N 6 Bandung hingga Sekolah Panjat Tebing SKYGERS dan kursus menyelam PADI. Selain itu juga, Rio merupakan salah satu Pendiri aktivitas penyelamatan satwa JAAN. Setelah belajar ekologi di jurusan Antropologi UNPAD, serta menjadi manajer jungle training OPWALL selama 5 tahun, kemudian belajar Permakultur dan tinggal di Bumi Langit selama setahun, lengkaplah konsep bercocok tanam ramah lingkungan yang mengantarkannya menuju Ekoteologi.

Related Posts

[Media] Menerawang Masa Depan Pertanian dari Struktur Ekonomi Politik Pangan dan Eksplorasi Ruang Kolaborasi

[Media] Menerawang Masa Depan Pertanian dari Struktur Ekonomi Politik Pangan dan Eksplorasi Ruang Kolaborasi

[Media] Menghasilkan dan Mengolah Pangan Sendiri

[Media] Menghasilkan dan Mengolah Pangan Sendiri

[Media] Menelusuri Jejaring Keterhubungan: Sebuah Refleksi dari Workshop ‘Work that Reconnects’

[Media] Menelusuri Jejaring Keterhubungan: Sebuah Refleksi dari Workshop ‘Work that Reconnects’

[Media] Berkebun Gembira: Belajar dari Alam  

[Media] Berkebun Gembira: Belajar dari Alam  

No Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

edisi

Terbaru

Rubrik

Recent Comments

STATISTIK

Online User: 0
Today’s Visitors: 6
Total Visitors: 59711

Visitors are unique visitors