[Rumah Kail] Belajar dari Perancangan Kebun KAIL
Apa sih yang bisa dipelajari dari sebuah kebun? Menurut pengalaman saya, ternyata banyak sekali yang bisa kita pelajari dari sebuah kebun. Selain itu, ternyata proses belajarnya tak berkesudahan. Mau tahu lebih lanjut? Yuk, kita belajar dari pengalaman saya terlibat dalam pengembangan Kebun KAIL. Keterlibatan saya untuk mengembangkan Kebun Kail dimulai sejak tahun 2013. Sejak saat itu, banyak sekali hal yang saya pelajari dari proses keterlibatan saya dengan Kebun KAIL. Pada tulisan kali ini, saya berfokus pada pembelajaran yang diperoleh dari proses perancangan Kebun KAIL. Berikut ini adalah rangkumannya.
Kebun Kail dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip permaculture. Mengikuti prinsip ini, maka di Kebun KAIL dirancang dengan zona-zona, mulai dari zona intensif di dekat Rumah KAIL sampai zona liar di lokasi yang paling jauh dari Rumah KAIL. Di zona 1, di lokasi yang paling dekat Rumah KAIL, kami merencanakan untuk menanam tanaman pangan yang bisa dikonsumsi sehari-hari. Sebagai contoh: kangkung, bayam, sawi, tomat, pakcoy, dan lain-lain. Di zona 2 kami merencanakan menanam tanaman pangan yang lebih lama jarak panennya, misalnya singkong, waluh, labu, dan sebagainya. Di zona 3 kami menanam buah-buahan yang baru bisa dipanen setiap tahun setelah beberapa tahun. Di zona 4, kami menanam tanaman kayu untuk diambil kayu bakarnya. Dan di zona 5 kami biarkan liar tanpa gangguan.
Rancangan itu tampak bagus sekali di dalam gambar dan sepertinya sangat masuk akal pada awalnya. Ternyata, setelah dicoba untuk diterapkan, kenyataannya tidak persis seperti rencana. Banyak sekali hal yang luput dari perhatian di dalam proses perancangan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman akan kondisi kebun masih sangat sedikit sehingga rancangan yang dibuat tidak sepenuhnya berdasarkan kondisi lahan saat itu.

Sebagai contoh adalah ayam. Pada saat perencanaan kebun, ternyata kami luput memperhatikan bahwa ada banyak ayam berkeliaran di Kebun KAIL. Ayam-ayam itu kurang jelas milik siapa. Yang pasti, mereka adalah milik tetangga. Sebelum saya beli, Kebun KAIL adalah kebun yang pemiliknya tinggal di kota. Karena pemiliknya jauh dan tidak mengurus lahan, lahan tersebut seperti lahan dengan akses terbuka. Jadi siapa saja di kampung kami, terutama para tetangga dekat, dapat menggunakannya. Salah satu penggunaan yang umum adalah sebagai tempat berkeliaran ayam-ayam mereka. Di Kebun KAIL ayam-ayam tersebut dapat mencari makan sendiri. Mereka mengais-ngais tanah untuk mendapatkan cacing, rayap atau binatang kecil lain dan juga mematuk-matuk daun-daun muda yang sedang tumbuh. Semua itu adalah makanan yang disukai oleh ayam-ayam tersebut.

Sebelum kami bercocok tanam, kondisi tersebut berlangsung dengan damai, tanpa ada masalah. Ayam membentuk simbiosis dengan tanaman yang ada. Kaisan ayam juga membuat tanah menjadi gembur, Ayam-ayam juga membantu tanah menjadi gembur. Tanah yang gembur memiliki rongga-rongga yang berisi udara yang mengandung oksigen, yang dibutuhkan oleh mikroorganisme yang membantu kesuburan tanah. Ayam-ayam ini menyumbangkan kotorannya yang menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme tersebut. Mikroorganisme ini akan menghasilkan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Singkat kata, ayam ikut terlibat dalam proses peningkatan kesuburan tanah.
Masalahnya, ketika kami mulai menanam sayur, tanah yang dikais adalah tanah di mana tunas-tunas baru semaian tumbuh. Semaian yang masih kecil disukai ayam. Ayam menganggapnya sebagai makanan mereka. Kalaupun tidak mereka makan, mereka akan mengais-ngais tanahnya. Semaian itu tentu akan rusak, karena mereka masih kecil dan akarnya belum kuat.
Kami tentu tidak patah semangat dengan kondisi ini. Kami mencoba menghubungi tetangga yang dianggap memiliki ayam tersebut. Mereka kemudian mengurung ayam-ayam itu. Tetapi ternyata cuma sementara,karena beberapa hari kemudian, ternyata ayam-ayam itu sudah datang lagi. Kalaupun tidak dari tetangga tersebut, maka yang datang adalah ayam milik tetangga yang lain. Jadi ada masa di mana kami bolak balik berkomunikasi dengan tetangga-tetangga pemilik ayam. Upaya ini ternyata tidak terlalu mudah. Para pemilik ayam memerlukan halaman, yang saat ini tidak mereka miliki karena lahan mereka sangat sempit. Selain itu ayam-ayam membutuhkan ruang untuk bergerak. Kami juga tidak tega untuk mengatakan kepada para tetangga bahwa apabila mereka tak memiliki lahan, maka sebaiknya tidak memelihara ayam. Kami mengharapkan kesadaran itu datang dari mereka.
Tapi kesadaran semacam itu, ternyata sulit dicapai. Kami juga tidak mau ribut dengan tetangga hanya gara-gara ayam. Hubungan baik dengan tetangga sangat penting untuk keberlanjutan KAIL, jadi kami harus sangat hati-hati dalam menjaga hubungan ini. Selain itu salah satu pemilik ayam adalah seorang nenek yang sudah tua. Ia seorang petani yang memiliki sawah yang cukup luas. Mungkin salah satu kebahagiaannya adalah memelihara ayam. Masalahnya anak-anaknya tidak ada yang mau jadi petani. Halaman rumahnya yang luas telah berubah dan penuh menjadi rumah anak-anaknya. Ia bahkan kesulitan tempat untuk menjemur padi hasil panennya. Apalagi tempat untuk jalan-jalan ayam!
Saya sebetulnya salut dengan nenek ini. Di usianya yang sudah cukup tua, ia masih bekerja keras untuk menanam padi. Ia membagi hasil panennya untuk anak-anaknya. Anak-anaknya kadang memberinya uang, bukan untuk membayar pembelian padi, tetapi sebagai semacam hadiah, begitu… Tapi saya tidak menelusuri apakah hadiah-hadiah ini sebetulnya cukup untuk membayar jam kerjanya mengolah sawah? Sebagian lagi hasil panennya ia stok dan akan digiling sesuai kebutuhan. Ketika ia menggiling dan membutuhkan uang tunai, ia akan menjual berasnya, sedikit-sedikit sesuai kebutuhan. Saya adalah orang yang sering ditawari beras ketika ia hendak menggiling. Saya selalu mau membelinya, karena saya tahu, berasnya enak, baru, dan tidak diberi pengawet. Kadang saya minta digiling pecah kulit saja, jadi nasi yang kami makan lebih banyak vitamin B nya.
Karena semua urusan itu, saya sekarang cingcay urusan ayam. Begitu juga Pak Enjang yang bertanggung jawab mengurus Kebun KAIL. “Susah mengurus orang tua”. “Ya, yang penting ia sehat dan senang”. Meskipun karena itu, kami menjadi lebih sulit dalam berkebun dan menghasilkan makanan, tapi justru karena itulah kreativitas muncul.
Pak Enjang kemudian membuat pagar bambu di beberapa lokasi yang hendak dijadikan kebun. Ternyata ayam tersebut bisa terbang dan melompat. Percobaan yang kurang berhasil. Setelah itu ia membuat pagar tinggi dari bambu untuk membatasi halaman Rumah KAIL dan jalan di depan rumah keluarga si nenek. Pagar itu cukup estetis, dibuat dari cabang-cabang bambu kecil-kecil yang diambil dari rumpun bambu di tengah kebun, lengkap dengan pintunya. Tapi ayam-ayam itu jalan memutar. Mereka masuk lewat parkiran. Yah, percuma. Pintar sekali ayam-ayam ini.
Setelah bolak balik membuat inovasi terkait ayam-ayam ini, akhirnya ada dua inovasi yang bertahan cukup baik. Pertama, kami menyesuaikan jenis tanaman yang ditanam. Kami tidak lagi menanam tanaman-tanaman semusim yang membutuhkan semaian. Yang kami kembangkan adalah tanaman-tanaman perenial (tahunan) yang lebih kuat sekaligus tidak membutuhkan perawatan intensif. Jadi jenis yang ditanam berbeda dari yang sebelumnya. Perbedaan jenis tanaman membawa implikasi penyesuaian menu dan pola makan kami. Jadi kami juga perlu belajar dan kreatif mengolah bahan-bahan yang ada di kebun.

Upaya kedua, adalah membuat pola tanam bertingkat yang cukup intensif di luasan lahan yang kecil. Di sini jika diperlukan kami dapat menanam sayuran semusim atau tanaman lain yang rentan serangan ayam. Meskipun bisa, akhirnya kami tidak fokus ke tanaman ini. Karena kami sudah cukup dengan tanaman perenial, maka akhirnya area ini digunakan untuk semaian tanaman-tanaman keras untuk ditanam di zona 5. Jadi semacam tempat pembibitan yang tanamannya dipindahkan ketika sudah lebih besar.
Demikianlah proses belajar dari proses perancangan Kebun KAIL. Ada banyak hal dalam rencana yang tidak terjadi. Diperlukan banyak penyesuaian dan perubahan agar tujuan yang lebih besar dapat tercapai. Dari setiap penyesuaian / perubahan ada hal-hal yang bisa dipelajari. Perubahan itu menuntut kreativitas dalam mencari solusi. Semakin banyak solusi yang dicoba semakin banyak yang dipelajari. Lewat proses tersebut, niat kita akan semakin dikuatkan dan kita akan semakin berpengalaman di dalam pengembangan kebun yang dicita-citakan.

No Comment