[Pikir] Kebun, TUHAN dan Aku

[Pikir] Kebun, TUHAN dan Aku

Sejak Saturn return pertama (siklus hidup tujuh tahunan Rudolf Steiner), sekitar tahun 1993, diriku merasa terpanggil untuk menjadi seorang petani. Hal tersebut terpicu oleh ramainya pemikiran pergerakan Islam saat sedang aktif dalam aktivitas Dialog Remaja Islam (DRI) SMA Negeri 6 Bandung. Terbersit dalam pemikiran, bahwa jalan bebas terindah untuk mengaplikasikan Islam adalah dengan cara menjadi seorang petani. Namun berbeda dengan keinginanku untuk masuk pesantren dan langsung menjadi seorang petani setelah lulus SMA, proses hidup membawaku berputar melanjutkan pendidikan di Jurusan Antropologi Sosial FISIP Universitas Padjadjaran.

Masa kuliah, ternyata membawaku dalam proses lebih lanjut dengan kegiatan alam terbuka. Kesenangan menjelajah alam yang sudah dilakukan sejak kecil bersama almarhum kakek tercinta (Onen Kornel Karda), berlanjut pada kegiatan panjat tebing bersama teman-teman Alumni Sekolah Panjat Tebing SKYGERS. Berada di puncak-puncak tebing membawaku pada cakrawala luas membentang terhadap sudut pandang berbeda dalam pola berpikirku. Keberserahan, refleksi serta intropeksi diri menjadi hal asyik tersendiri saat sunyi pemanjatan.

Sisi lain perkuliahan membawaku pada beragam alternatif pemikiran dalam kerangka menyeluruh (holistic). Pergerakan politik mahasiswa membawaku pada kekayaan pengalaman bermasyarakat dan berorganisasi, sedangkan ketertarikanku pada religi berlanjut di Kelompok Studi Islam jurusan Antropologi Sosial. Proses ini berlangsung selama sekitar enam tahun sejak 1995 hingga pada titik kelulusanku.

Setelah lulus universitas pada tahun 2001, diriku ditawari seorang dosen untuk menjadi asisten peneliti PhD candidate dari Monash University, kesempatan ini diperoleh karena memang sejak semester lima saat perkuliahan diriku pernah menjadi asisten peneliti Program Master (tentang masyarakat adat di Jawa Barat) dari Utrecht University, hingga ditawari menjadi asisten dosen. Namun hanya tawaran menjadi asisten dosen saja yang kutolak. Hal tersebut kulakukan karena masih proses terus mencari jalan bebas terindah untuk mengaplikasikan Islam, yang menurutku tidak memungkinkan jika masih terikat pada sistem kapitalis kebendaan.

Proses asisten peneliti tahun 2001 ternyata membawa diriku pada aktivitas baru di lautan. Lokasi penelitian saat itu, Produksi Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan V (PIR-Bun V) Cimerak, berada dekat dengan tempat aktivitas selancar air Batu Karas. Selain menjelajah matra baru (laut), penelitian tentang kaji ulang kegagalan PIR-Bun Cimerak yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB) membuka mataku tentang kelemahan pola tanam sejenis (monokultur). Selain ketergantungan terhadap pasar, masalah kepemilikan tanah/hukum agraria serta rusaknya tata ruang dan wilayah pun (zonasi & bioregion) menjadi pertimbangan baru untuk mencari pola pertanian yang tepat bagi cita-citaku. Di tahun ini pula, diriku yang sejak kecil tidak suka mandi menggunakan sabun, mulai berhenti menggunakan pasta gigi.

Hal menarik lain terjadi pada tahun 2006 (pulang dari ekspedisi pulau terdepan Kepulauan Natuna bersama Yayasan Konservasi Jelajah), diriku memperoleh kesempatan untuk menjadi Jungle Training Manager Operation Wallacea di Pulau Buton hingga tahun 2010 setiap bulan Juni – Agustus. Selain itu juga, aktivitas lautanku bertambah dengan kegiatan menyelam. Proses ini semakin memperkaya referensiku tentang berbagai jenis ekosistem. Pada tahun berikutnya diriku mendapatkan kesempatan untuk membantu survei sarang burung elang laut, program International Animal Rescue di Kepulauan Seribu. Kegiatan ini berlanjut dengan menetap di lokasi Tempat Rehabilitasi Satwa Liar Pulau Kotok Besar (sekitar tahun 2007, bersamaan dengan kesadaran mulai berhenti menggunakan sampo), hingga akhirnya membentuk Jakarta Animal Aid Network (JAAN) pada bulan Februari tahun 2008.

Selain memperdalam pengetahuan tentang perilaku hewan, kegiatan penyelamatan satwa membawaku pada kesadaran tentang pentingnya berjejaring (networking) dalam melakukan pergerakan. Hal ini mutlak dibutuhkan sesuai dengan pola relung masing-masing individu penghuni suatu ekosistem. Semakin banyak ragam individu yang membentuk suatu ekosistem, maka semakin kuat pula daya lentingnya terhadap berbagai macam ancaman kerusakan ataupun kepunahan.

Empat tahun malang melintang dalam bidang keselamatan kerja di ketinggian, selaku Ketua Yayasan SKYGERS Indonesia periode 2009 hingga 2013, diriku sempat mencoba alternatif lain jalan terindah untuk mengaplikasikan Islam dengan melakukan gerakan penyelamatan Karst Citatah2 selama sekitar setahun lamanya (tahun 2010 hingga 2011). Sempat terpikir bahwa para pecinta alam seharusnya tinggal di sekitar lokasi aktivitas yang digelutinya, seperti melakukan pertanian ramah lingkungan dalam keseharian, mengembangkan program wisata minat khusus, sekaligus menjaga kelestarian lokasi sekitar aktivitas yang digelutinya (eco village & ecotourism). Contohnya selaku pemanjat tebing tinggal di sekitar keliling tebing, pendaki gunung dan penjelajah hutan di sekitar keliling gunung hutan, para penggiat olah raga sungai di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), dan sebagainya. Polanya mirip dengan bagaimana masyarakat adat di seluruh Indonesia menjaga ekosistem sekitar kampung adatnya masing-masing.

Karena keterbatasan modal untuk membeli lahan yang mengelilingi  tebing, akhirnya pada tahun 2013 diriku mencoba alternatif lain sebagai cruise director perahu phinisi Blue Dragon di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Selama tiga bulan (Juli hingga Oktober) mencoba tinggal di perahu yang ternyata tidak bebas (masih tergantung dalam sistem kapitalis kebendaan) hingga akhirnya bertemu dengan Pak Iskandar Waworuntu di Bumi Langit3, Jogjakarta (bulan Desember 2013). Dalam pertemuan singkat selama tiga hari, pada perbincangan terakhir sebelum pulang beliau mengajak saya untuk tinggal di Bumi Langit. Namun karena saat itu masih memiliki tugas tersisa di Yayasan SKYGERS Indonesia, diriku hanya dapat menjanjikan setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah tersebut.

Setelah menuntaskan pekerjaan rumah serta mengundurkan diri dari Ketua Yayasan SKYGERS Indonesia, berjuang pergi pulang dari awal tahun 2014, hingga akhirnya menetap di Bumi Langit sejak bulan Juli, merupakan proses terpenting dalam transformasi diri menuju cita-cita jalan bebas terindah untuk mengaplikasikan Islam. Selain membantu merintis Yayasan Bumi Langit guna pengembangan Bumi Langit Institut, disanalah saya bertemu dengan Imran N. Hosein (dalam kegiatan World Moslem Village Retreat) yang selanjutnya menjadi salah seorang guru dalam kajian akhir zaman (eschatology).

pikir-3

Selain memperdalam permaculture, dengan banyaknya koleksi buku Pak Iskandar, saya berkesempatan lebih lanjut untuk mempelajari serta mempraktikkan metode pertanian ramah lingkungan lainnya (diantaranya biodynamic dan natural farming). Keseharian beraktivitas di kebun membuat saya merasa semakin dekat dengan Sang Maha Pencipta. Pada tahun 2018 saya diberi tugas oleh Pak Iskandar untuk mendampingi pengembangan kebun kurma di daerah Ciamis, Jawa Barat. Dalam kesempatan ini saya dan istri berproses semakin dalam menuju cita-cita jalan bebas terindah untuk mengaplikasikan Islam. Selama dua tahun di kebun kurma, kami banyak belajar mengenai Islamic Agriculture melalui Kitab Al Filaha karya Abu Zakariya Ibn al-Awwam.

Saat pandemi tahun 2020 terjadi, kami kembali ke Bandung untuk mendekati lokasi tempat tinggal kedua orangtua yang sedang sakit. Tanpa disangka, kepulangan kami ke Bandung membawa langkah baru pada “Ekoteologi”4 bersama-sama dengan UMMASA5. Sudah sekitar dua tahun ini, selain berkebun untuk kedaulatan pangan ramah lingkungan, di UMMASA kami juga mengadakan Rumah Belajar Ummasa bagi anak-anak dan rekan-rekan sekomunitas. Situasi dan kondisi terkini, jalan bebas terindah untuk mengaplikasikan Islam membawa transformasi diri pada Tarekat Lingkungan Hidup (Ekologiyah)6. Demikian sekelumit transformasi diri Kebun, TUHAN dan Aku. Akhirul kata, selamat intropeksi dan refleksi diri dalam proses menuju Sang Maha Pencipta.

Catatan:

    1. Adaptasi dari Tebing, TUHAN & Aku* – Jalan Panjang Petualang (wordpress.com)
    2. Karst Citatah – Rajamandala – YouTube
    3. Bumi Langit – YouTube
    4. Ilmu Lingkungan, TUHAN dan Islam* (Bagian Pertama) – Jalan Panjang Petualang (wordpress.com)
    5. Beranda – Ummasa (kamiummasa.com)
    6. Tarekat Lingkungan Hidup (Ekologiyah)* – Jalan Panjang Petualang (wordpress.com)

 

Rio Kornel

Rio Kornel

Rio Kornel Lahir di bandung 25 april 1976, rio kornel lebih banyak tumbuh dan besar di alam terbuka. Berkebun, memancing dan berburu bersama almarhum kakek tercinta menjadi rutinitas masa kecilnya. Kegiatan alam terbukanya berlanjut di WAPATALA SMP N 28 Bandung, Apis Indica SMA N 6 Bandung hingga Sekolah Panjat Tebing SKYGERS dan kursus menyelam PADI. Selain itu juga, Rio merupakan salah satu Pendiri aktivitas penyelamatan satwa JAAN. Setelah belajar ekologi di jurusan Antropologi UNPAD, serta menjadi manajer jungle training OPWALL selama 5 tahun, kemudian belajar Permakultur dan tinggal di Bumi Langit selama setahun, lengkaplah konsep bercocok tanam ramah lingkungan yang mengantarkannya menuju Ekoteologi.

Related Posts

[Pikir] Merefleksikan Keterpisahan Hubungan Manusia Perkotaan dengan Pangan dalam Perspektif Kritis

[Pikir] Mendiagnosa Kebebasan Diri di Era Post-Modern

[Pikir] Mendiagnosa Kebebasan Diri di Era Post-Modern

[Pikir] Kepemimpinan Kaum Muda Dalam Era Globalisasi

[Pikir] Kepemimpinan Kaum Muda Dalam Era Globalisasi

[Pikir] Berkembang Bersama Komunitas

[Pikir] Berkembang Bersama Komunitas

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

edisi

Terbaru

Rubrik

Recent Comments

STATISTIK

Online User: 0
Today’s Visitors: 11
Total Visitors: 59716

Visitors are unique visitors