[Profil] Akademi Komunitas Nusantara – Teman Belajar Mengisi Waktu Luang

[Profil] Akademi Komunitas Nusantara – Teman Belajar Mengisi Waktu Luang

Sebagian orang suka bertanya untuk apa belajar, yang kadang sejalan dengan untuk apa “sekolah”. Apabila ditanya, kemungkinan secara lumrah banyak kawan muda yang akan menjawab “untuk bisa kerja”, yang di dalamnya mensyaratkan punya “pendidikan” dengan tanda belajar berupa ijazah dan gelar. Dalam sistem kapitalisme, hal ini sangat wajar, industri perlu membaca tenaga kerja sesuai dengan keahlian atau keilmuan yang menunjang produksi. Sehingga muncullah jurusan mana yang paling diminati dan juga mana yang sedikit diminati hingga prediksi karir serta kesejahteraan seseorang dalam komunitasnya. “Sekolah di mana dan jurusan apa?” Jawaban atas dua pertanyaan itu tentu menjadi kunci untuk membuka banyak imajinasi yang dibangun oleh sendi-sendi kapitalisme.

Perkara ini mungkin sulit bisa ditemukan dalam kampus alternatif di salah kota penyangga ibu kota. Kampus ini tidak memberikan ijazah, tidak memberikan gelar, apalagi berani memberikan jaminan kerja bagi alumninya setelah lulus. Kurikulumnya dirancang secara sengaja berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Aktivitasnya jauh dari bayang-bayang kesuksesan bagi kalangan penikmat studi – yang pada umumnya penuh dengan bahan bacaan, disiplin dalam masuk kelas belajar, publikasi ilmiah, dan lulus masing-masing. Dosennya juga tidak terbaca oleh aturan main dan standar pemerintah. Mayoritas dari mereka sengaja mau membagikan ilmunya secara cuma-cuma bagi anak muda yang mendaftar jadi mahasiswa. Kampus yang bisa dibilang illegal ini punya fokus studi pada bidang pengembangan komunitas. Dan siapapun boleh mendaftar tanpa harus berlatar belakang ilmu kesejahteraan sosial.

profil-1-3
Sesi kelas belajar angkatan pertama (2017)

Berdiri dan Berkembang

Kami menyebutnya kampus. Terlepas boleh atau tidak, kami pikir itu kebebasan dalam berkarya dan sebagai pemantik penasaran bagi orang yang belum tahu.

“Emang ada kampus kaya, gitu?”

“Kalo udah lulus gelarnya apa? Belajarnya berapa lama? Mata kuliahnya apa saja? Mahasiswanya dari mana saja? Kampusnya di mana?” 

Setiap teman yang mendengarnya pasti bertanya hal serupa. Kampus ini berdiri sejak tahun 2017 melalui ketekunan edukasi kerelawanan dalam keluarga Yayasan Sekolah Relawan khususnya di tim divisi community development. Berawal dari sebuah program untuk menciptakan kader lokal di wilayah pendampingan komunitas di Katulampa, Bogor Timur, program ini akhirnya memaksa diri untuk berkembang bukan hanya untuk anak muda setempat. Tahun 2019, kampus ini mencoba membuka kesempatan untuk siapa pun yang ingin belajar pengembangan komunitas dengan mayoritas pendaftar dari Jabodetabek. Perjalanan kampus ini terus berkembang dengan penambahan durasi studi (dari 3 ke 6 hingga 12 bulan), penambahan pengajar beserta matakuliah, dan aktivitas-aktivitas di luar perkuliahan yang melibatkan orang luar kampus untuk tumbuh bersama, seperti bedah buku, diskusi film, awarding komunitas, dan seterusnya. Pada angkatan 3, kami cukup terkejut atas pertumbuhan pendaftar yang signifikan baik secara kuantitas maupun kualitas. Banyak di antara mahasiswa yang sudah bekerja di instansi pemerintah baik di level lokal hingga pemerintah pusat, seperti KLHK, Perpajakan, Angkasa Pura 2, belum lagi banyak juga ada yang dari korporasi serta penggerak NGO. Berdasarkan rentang usia, mahasiswa banyak juga ada yang sedang studi S-1, sudah selesai S-2 dari kampus-kampus terbaik Tanah Air hingga perempuan karir dengan usia lebih dari 35 tahun dengan 3 anak, namun masih semangat dan konsisten menyelesaikan studi hingga akhir.

Tahun 2020, kampus ini juga diterpa situasi pandemi Covid-19 yang pada akhirnya menyesuaikan seperti pembelajaran menggunakan online platform yang memungkinkan untuk bisa belajar di mana saja. Situasi ini justru membuka kesempatan baru bagi kampus kecil ini untuk bisa membuka pendaftaran untuk mahasiswa pendaftar dari luar Jabodetabek. Benar saja, mulai angkatan 5 mahasiswanya muncul dengan ragam wilayah, mulai dari Aceh, Lampung, Bali, Pontianak, Bandung hingga mahasiswa yang  belajar sambil bekerja dari Turki dan Belanda. Walau menjadi tantangan tersendiri dalam jangka panjang untuk bisa berjuang dengan model belajar tanpa harus bertemu langsung secara fisik, karena banyak diskusi-diskusi informal di luar kelas yang sering dilakukan dalam kampus ini sulit bisa diterapkan di platform online.

profil-2-3
Pengajar bersama mahasiswa angkatan 4

Kampus ini muncul sebagai keresahan atas pendidikan yang sebenarnya secara sederhana ingin menggiatkan kemauan anak muda untuk berpikir kembali – apa itu belajar, untuk apa belajar, apa itu kerja, sukses. Konsep-konsep yang pada usia 20-an sering didefinisikan oleh kalangan-kalangan tertentu dengan ada harapan lewat wahana baru ini anak muda punya ruang-ruang diskusi kritis untuk memperluas perspektif dan memperdalam cakrawalanya dalam agenda pengembangan komunitas. Setiap angkatannya, kurang lebih berisi 1 hingga 2 lusin mahasiswa yang tergabung belajar bersama. Skala kecil yang terhimpun menciptakan keintiman relasi antara pengajar dengan mahasiswa yang kadang relasinya pun bisa lebih egaliter sebagai teman main atau teman bikin karya bersama. Konsep yang diusung pun terinspirasi dengan filosofi pendidikan pada zaman Yunani di mana belajar dipakai sebagai upaya mengisi waktu luang (skhole). Oleh karena itu, kampus ini hanya memfasilitasi hari Sabtu dari pukul 10 pagi hingga 3 sore untuk bisa belajar serius materi-materi kelas untuk menjadi fasilitator pengembangan komunitas bersama pengajar, sisa waktunya bebas. Mahasiswa bisa lanjut diskusi, main bersama teman, dan berbagi cerita pengalaman.

Keragaman cerita menjadi satu hal yang menarik untuk bisa ditukar. Kampus ini layaknya studi pasca sarjana – diisi oleh mahasiswa yang berbeda latar belakang usia, pendidikan, pekerjaan, dan ketertarikan isu-isu yang digeluti. Bagi kami, agenda ini adalah pendidikan orang dewasa yang sudah pandai menempatkan diri, di mana mahasiswa masuk atau tidak dalam kelas (kehadiran) itu akan berpengaruh pada masing-masing individu sebagai sebuah konsekuensi. Jadi, kampus tidak memberikan dalam berbagai bentuk hukuman, seperti tidak bisa ikut ujian, mendapat nilai jelek, mengulang mata kuliah, terlambat lulus, dicaci orang tua di rumah, membayar lebih mahal, dan seterusnya. Selama mahasiswa berkabar ke grup, warga kampus juga sangat senang dan mendukung, karena pada hari Sabtu, yaitu hari libur, biasanya sering ada agenda komunitas, keluarga, nikahan teman, berlibur, dan atau sedang dalam keadaan sakit. Para pengajar yang mayoritas merupakan aktivis senior dari beragam komunitas dan gerakan menganggap ini hal yang maklum, beberapa kali bahkan kelas hanya berlangsung dengan tiga orang mahasiswa, namun tidak masalah, kelas tetap berjalan. Dan di sela-sela hari di luar Sabtu, mahasiswa dan pengajar atau dosen juga dapat untuk saling terhubung untuk konsultasi atau bertemu untuk diskusi khusus terkait kerja-kerja advokasi teman-teman di lapangan.

Berpikir Berkarya Berdampak

Menjadi upaya bersama melangsungkan hidup yang kontributif untuk komunitas, setiap angkatan dalam kampus ini wajib membuat karya sederhana dengan prinsip yang sering dilantunkan beberapa pengajar dalam kelas “mulai dengan apa yang ada, tidak menga-ada, dan tidak menunggu semua tersedia” sebagai syarat kelulusan. Satu karya selesai, satu angkatan dinyatakan lulus bersama, dan karya tersebut ditampilkan bersamaan dengan pelepasan bersama warga kampus dan mengundang komunitas luar serta komunitas (annual graduation). Masing-masing angkatan biasanya menciptakan karya yang berbeda-beda. Angkatan 1 membuat konferensi komunitas se-Jabodetabek. Angkatan 2 bermain teater bertajuk “Wardiman di Kolong Jembatan”. Angkatan 3 menulis buku antologi pendampingan komunitas dan bedah buku. Angkatan 4 menggelar comdev festival saat pandemi berlangsung secara daring. Dan angkatan 5 membuat video dokumenter tentang kompilasi aksi masing-masing di daerah.

profil-3-3
Launching buku Jumpa Mata (Antologi Pendampingan Masyarakat)

Tantangan untuk membuat karya bersama diusung sebagai cara untuk mendidik mahasiswa yang berani melahirkan praktik-praktik kebersamaan dengan bentuk-bentuk reproduksi kolektif baru melampaui keragaman latar belakang mahasiswa. Jelek atau bagus dalam karya yang dibuat itu relatif, buat kami secara absolut selalu menyampaikan bahwa karya yang bagus adalah karya yang selesai. Rayakan apa yang telah dibuat dan yakini bahwa ini bagian dari proses belajar tumbuh bersama. Proses menjadi penting, di mana bisa saling menunjang kebolehan satu sama lain, dari mulai ide hingga sajian karya yang dinikmati bersama dalam upacara sakral. Selalu dalam proses bertemu, kami menitipkan keyakinan agar punya kontribusi untuk komunitas atas ilmu yang dimiliki.

profil-4-3
Dies Natalis AKN ke-5

Kampus kami bernama Akademi Komunitas Nusantara atau juga sering dipanggil AKN atau akanusantara, salam kenal.

Boleh, ya, kami bercuit dari Kota Depok, Jawa Barat,

“Hai anak muda, terus mengganggu jangan ragu. Kalian harus hebat bersama Indonesia kita!”

 

Ahmad M Syarif

Ahmad M Syarif

Senang menekuni aktivitas pengabdian masyarakat sejak mahasiswa dan senang terlibat dalam agenda sosial-kemanusiaan. Seorang pegiat pendidikan berlingkung yang sedang merintis Akademi Komunitas Nusantara sejak 2017. Belajar etnografi di Universitas Padjadjaran dan melanjutkan Studi Magister masih dalam Ilmu Antropologi di Universitas Indonesia. Edukator pengembangan relawan di Sekolah Relawan, menulis buku Semua Suka Mengabdi (2018) dan Cendekiawan Kemanusiaan (2020). Butuh diskusi bersama bisa dihubungi di Instagram @ahmadsyarrif atau kontak di 0857 1686 9745.

Related Posts

[Profil] Kebun Firdaus: Sebuah Pembelajaran Membangun Kebun Sekolah

[Profil] Kebun Firdaus: Sebuah Pembelajaran Membangun Kebun Sekolah

[Profil] SOFIA

[Profil] SOFIA

[Profil] Tani Bestari: Pengalaman Belajar Pertanian Alami di Lahan Tidur Kota Bandung

[Profil] Tani Bestari: Pengalaman Belajar Pertanian Alami di Lahan Tidur Kota Bandung

[Profil] Pengalaman Para Anggota Community Supported Agriculture (CSA) YPBB-KAIL

[Profil] Pengalaman Para Anggota Community Supported Agriculture (CSA) YPBB-KAIL

No Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

edisi

Terbaru

Rubrik

Recent Comments

STATISTIK

Online User: 0
Today’s Visitors: 25
Total Visitors: 33518

Visitors are unique visitors