[OPINI] Aktivis Sebagai Pelaku Gerakan Sosial

Oleh: Dadan Ramdan

Merdeka atau mati adalah jargon bersama yang menyemangati, disuarakan, ditulis di tembok-tembok rumah, kantor pemerintahan, pagar dan kain bekas yang usang oleh kaum muda yang belum mengenal istilah aktivis atau aktivisme. Mereka bergerak dan berjuang atas kesadaran pada keadaan penindasan penjajahan pemerintah Hindia Belanda di tanah Nusantara.

Kaum muda tanpa membedakan status sosial terus berjuang tanpa pamrih dengan visi, keterampilan, tenaga, keringat, darah, penjara hingga nyawa demi sebuah kehormatan “terbebas” dari penindasan sistem sosial, ekonomi dan politik kolonial Belanda masa itu. Hingga akhirnya, kemerdekaan politik dapat diraih dengan pembacaan naskah proklamasi oleh Sukarno-Hatta tahun 1945.

Kemerdekaan politik memang diraih, terbebas dari kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda, negara dan bangsa Indonesia terbentuk, sistem pemerintahan dibangun dengan fondasi konstitusi negara Republik Indonesia. Namun, hingga usia kemerdekaan Indonesia menginjak 71 tahun, kemerdekaan sejati sebenarnya belum diperoleh sepenuhnya. Bangsa Indonesia sejatinya belum merdeka sejak kemerdekaan itu sendiri diproklamasikan.

Belum Merdeka

Merekam sejarah dan fakta yang ada, dari tahun 1945 hingga sekarang, bangsa ini masih terjajah, bangsa ini tetap menjadi budak di tanahnya sendiri, menjadi boneka dari kekuasaan modal dan sistem sosial dan politik pemerintahan yang tidak adil. Sistem modern yang tidak memerdekaan bangsanya. Sistem ekonomi politik yang menghamba pada kekuasaan modal global dari imperialis modern yang melestarikan sistem oligarki kekuasaan yang menguntungkan segelintir orang.

Merdeka yang sejati adalah terbangunnya sistem sosial, ekonomi dan politik yang memastikan keadilan bersama dalam kehidupan bersama baik di komunitas dan sistem masyarakat dalam organisasi negara dicapai. Merdeka ketika setiap individu tidak berpikir dan bertindak untuk dirinya sendiri, tapi mau berbagi dan berkontribusi untuk orang lain komunitas dan masyarakat luas tanpa paksaan dan tekanan siapapun, sehingga terbangun sistem dan tatanan kehidupan bersama yang adil dan makmur dalam berbagai skala kehidupan.

Dalam kehidupan sosial yang berada dalam cengkeraman sistem sosial, ekonomi dan politik negara yang melanggengkan oligarki kekuasaan era modern saat ini, peran dan posisi individu aktivis (istilah ini baru muncul tahun 80-an) menjadi penting, karena tidak semua orang kemudian mau memposisikan dan memerankan sebagai aktivis. Individu aktivis adalah pelaku gerakan sosial, bukan hanya sekedar pengrajin sosial. Inilah yang bisa kita pelajari, dari aktivis era kolonial.

Peran aktivis dalam perubahan sosial Belajar dari sejarah bangsa ini, dalam konteks merawat visi perubahan sosial untuk kehidupan bersama, setiap individu aktivis sebagai pelaku perubahan atau gerakan sosial bisa memerankan peran diantaranya:
a. Organizer
Sebagai organizer, individu aktivis bisa melakukan kerja perubahan sosial seperti mengorganisir rakyat, bersama rakyat membangun basis produksi (kekuatan ekonomi) sebagai alternative sekaligus antitesa dari sistem sosial dan ekonomi saat ini serta membangun agen dan kader-kader perubahan sosial ke depan untuk melestarikan gerakan sosial itu sendiri.

b. Media Maker
Seorang aktivis harus memerankan kerja media maker seperti menyuarakan kepentingan-kepentingan kaum marjinal/tersisihkan, mempromosikan praktik-praktik baik komunitas, mengembangkan dan menyebarluaskannya kepada individu, komunitas di wilayah lain. Seorang aktivis mampu menyampaikan gagasan-gagasan /ide dan karya-karya kepada fungsionaris negara seperti kepala desa, bupati/walikota, gubernur dan presiden serta parlemen.
c. Leader
Seorang aktivis bisa memerankan sebagai leader, sebagai pemimpin yang memiliki kemampuan dan keterampilan mengerakkan massa dan membawa ide serta gagasan perbaikan dalam ruang-ruang politik. Sebagai leader, seorang aktivis memang dituntut menjadi tauladan bagi komunitas/massa. Dalam konteks sosial politik kekinian, aktivis yang matang secara ekonomi dan memiliki keterampilan politik berani merebut ruang-ruang politik yang ada.

Perubahan yang terjadi

Belajar dari sejarah dan pengalaman yang ada, memang ada dampak dari kerja-kerja sosial yang dilakukan oleh aktivis. Ada kencenderungan, saat ini komunitas-komunitas dan organisasi rakyat tumbuh subur terutama di isu lingkungan baik di perkotaan dan perdesaan. Namun, keberadaan komunitas dan organsisasi rakyat yang ada belum sepenuhnya bisa membawa perubahan tatanan sistem sosial yang lebih luas dan perbaikan kebijakan negara.

Dari kondisi objektif, dalam situasi sekarang yang semakin kompleks, memang tidak mudah kita mengubah keadaan sosial yang terjadi. Apalagi sistem politik pemerintahan di negara ini juga belum memberikan ruang yang luas bagi terakomodasinya ide-ide perbaikan kehidupan sosial dalam tatanan politik yang menjamin keadilan dan kehidupan bersama.

Kemudian dari kondisi subjektif, khususnya kapasitas aktivis. Walaupun saat ini, aktivis masih ada yang terus bekerja untuk perubahan sosial, bekerja di akar rumput/basis massa dan komunitas dan mampu beradaptasi dengan perkembangan keadaan yang ada, namun, belajar dari pengalaman masih terdapat kelemahan aktivis saat ini. Kelemahan ini menunjukan bahwa aktivis sejatinya belum merdeka. Kelemahan aktivis bisa dijelaskan sebagai berikut :

Tantangan saat ini

Tentu situasi kekinian sangat berbeda dengan situasi dulu, masa kolonial, masa orde baru walaupun sistem ekonomi politiknya tidak berubah. Keadaan sosial yang dihadapi pelaku gerakan sosial saat ini dengan di masa lalu jauh berbeda. Perkembangan pengetahuan, teknologi dan media informasi sangat mempengaruhi kehidupan kita, dalam komunitas, masyarakat, pengusaha dan fungsionaris negara.

Perkembangan teknologi dan media telah mampu mengubah sikap, perilaku dan tindakan individu, komunitas dan masyarakat, apalagi di masyarakat perkotaan. Pilihan-pilihan hidup bukan lagi pilihan bersama atas dasar kebutuhan bersama. Namun sudah ditentukan oleh iklan di media massa baik cetak dan elektronik, Saat ini, kita berhadapan dengan situasi masyarakat yang individualis, konsumtif, Ini menjadi tantangan bagi aktivis yang harus dihadapi tanpa harus segera menyerah. Para aktivis pada akhirnya harus memiliki kemampuan lebih untuk menjawab tantangan kehidupan sosial saat ini.

Aktivis ke depan

Berefleksi dari sejarah, kenyataan objektif, subjektif dan tantangan yang terjadi, pertama harus terbangun kesadaran bahwa aktivis adalah pelaku perubahan/gerakan sosial transformatif. Kedua, sebagai subjek perubahan transformatif maka harus ada perbaikan kualitas aktivis. Minimalnya, ada tiga kualitas kemampuan aktivis merdeka yang perlu dibenahi yaitu kemampuan sosial dan ekonomi, kemampuan teknologi dan kemampuan memproduksi karya secara merdeka, mandiri, kreatif dan inovatif.

Pada akhirnya memang kita perlu menjawab dan berani menjawab dan meminimalkan kekurangan-kekurangan aktivis itu sendiri. Aktivis ke depan harus terus belajar dari keberhasilan aktivis lain, mengasah kemampuan dan pengalaman dengan telaten. Jika kita mampu menjawab kekurangan-kekurangan tersebut maka kapasitas aktivispun akan semakin meningkat dan teruji. Sebangun perubahan kapasitas, aktivis pun secara transpormatif mampu mengubah dirinnya dan keadaan sosial sehingga tatanan kehidupan bersama yang merdeka dapat diraih.

Sumber: indocropcircles.wordpress.com
editor

editor

Related Posts

[Tips] Perubahan Mental Model, Awal Transformasi Kehidupan

[Tips] Perubahan Mental Model, Awal Transformasi Kehidupan

[Pikir] Kontrol Emosi, Jaga Diri : Belajar dari Kaum Stoa

[Pikir] Kontrol Emosi, Jaga Diri : Belajar dari Kaum Stoa

[JALAN-JALAN] Membangun Mimpi lewat Membaca

Editorial Pro:aktif Online Edisi Agustus 2016

No Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

edisi

Terbaru

Rubrik

Recent Comments

STATISTIK

Online User: 0
Today’s Visitors: 8
Total Visitors: 32862

Visitors are unique visitors